Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.
Your Ad Here

Monday, September 14, 2009

ZAKAT PROFESI

ZAKAT PROFESI

“Hai orang-orang yang beriman,

nafkahkanlah sebagian dari hasil usaha kamu yang baik-baik

dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu”.

(QS.Al-Baqarah 267)

Kita mengetahui bersama bahwa zakat sebagai ibadah mahdah memiliki implementasi sosial yang sangat tinggi nilainya. Betapa tidak ? Lantaran zakat merupakan ibadah praktis yang dapat langsung dirasakan manfaatnya bagi masyarakat terutama golongan ekonomi lemah. Dengan demikian diharapkan melalui media zakat ini mampu meningkatkan kesejahteraan kaum dhuafa di dalam masyarakat.

Oleh karena itu ada proses timbal balik antara Muzakki (orang yang wajib zakat) dengan Mustahik (orang yang berhak menerima zakat). Dalam pengertian ini bahwa zakat yang dinyatakan sebagai hak fakir miskin juga merupakan hak masyarakat, lantaran kaum yang berhasil mengumpulkan harta kekayaan pada hakekatnya terealisir berkat andil dan partisipasi dari pihak lain, baik langsung maupun tidak langsung terutama dari golongan kaum dhuafa.

Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya keberhasilan dan kecukupan yang diperoleh orang kaya itu adalah berkat orang-orang lemah di antara kamu”.

Sebab itulah, Ibnu Hazm dengan tegas menyatakan bahwa hak-hak fakir miskin yang terdapat di dalam harta orang kaya harus dapat mereka terima dengan segala cara, jika pada suatu ketika terjadi bentrokan fisik di antara orang miskin dan orang kaya karena orang kaya tidak mengeluarkan hak orang miskin (zakat), maka pihak fakir miskin tidak dapat dipersalahkan karena mereka menuntut haknya. Bahkan seandainya dalam suatu masyarakat Islam tidak terdapat lagi fakir miskin, zakat tetap wajib dikeluarkan oleh orang-orang kaya guna memenuhi keperluan sosial termasuk untuk meningkatkan sektor fi sabilillah dalam arti luas yang selalu eksis sehingga memerlukan tersedianya dana setiap saat.

Jadi optimalisasi fungsi zakat harus terus diupayakan karena perkembangan kehidupan modern sekarang ini tumbuh dan berkembang usaha-usaha produktif yang kualitas hasilnya bahkan melebihi komoditi jenis harta benda yang keluar dari perut bumi.

Dalam ilmu ekonomi, setiap produktifitas usaha akan menghasilkan barang atau jasa, yang keduanya memiliki nilai dan harga. Kenyataan inilah yang pada saat sekarang ini populer disebut dengan Zakat Profesi. Pekerja profesi yang memperoleh penghasilan baik itu gaji pegawai kantor, tenaga pengajar (guru, dosen), disainer, dokter, pengacara, konsultan, arsitek, seniman, hasil usaha jasa perhotelan, traveler, maupun hasil usaha pembudidayaan.


Kesemua sumber mata pencaharian harta benda dan jasa tersebut di atas memiliki pengertian “Amwal”, yang menurut QS.Al-Baqarah 267, kita diwajibkan oleh Allah SWT, “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah sebagian dari hasil usaha kamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu”. Abu Hanifah mengartikan bunyi ayat “min thayyibati maa kasabtum” di atas bahwa semua benda yang bernilai ekonomis harus dizakati.

Bahkan DR.Abdurrachman Qadir, MA dalam bukunya “Zakat dalam Dimensi Mahdhah dan Sosial” mengutarakan bahwa beberapa ulama kontemporer seperti Muhammad Abu Zahrah, Abdul Wahab Khallaf dan Abdul Rahman Hasan, telah membahas prosfek perkembangan macam-macam harta yang wajib dizakati pada abad modern sekarang ini sudah sejak 1952, yaitu pada sebuah seminar internasional bertempat di Damaskus yang telah menfatwakan bahwa kekayaan dan penghasilan yang diperoleh dari berbagai usaha profesi wajib dikeluarkan zakatnya sebagaimana ketentuan zakat maal lainnya.

Selanjutnya berkaitan dengan haul Zakat Profesi ini, KH.Ali Yafie dalam bukunya,”Menjawab Seputar ZIS” menguraikan dengan tuntas bahwa menyangkut waktu (haul) pembayaran zakat, Rasulullah SAW menetapkan ada yang harus dibayar secara periodik dan ada pula dibayar ketika harta yang terkena zakat itu tiba di tangan.

Yang pertama, misalnya zakat perdagangan dan zakat logam mulia yang disimpan. Sedang yang kedua, insidental, misalnya pada zakat pertanian, hasil perkebunan dan harta temuan (rikaz).

Adapun zakat profesi-masih menurut Ali Yafie-, para ulama termasuk di dalamnya para sahabat berbeda pendapat. Ada yang mensyaratkan haul dan ada pula yang tidak. Bagi Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, Muawiyah dan Daud, kewajiban zakat kekayaan tersebut langsung, tanpa menunggu haul “batas waktu satu tahun”.Sedangkan Ibnu Hazm, Syafei dan Abu Hanifah sebaliknya.

Sedangkan menurut Yusuf Qardawi dalam bukunya “Fiqh Zakat” dijelaskan bahwa kewajiban penyerahan zakat profesi adalah pada waktu diterima. Alasannya, persyaratan satu tahun pada seluruh harta termasuk harta profesi tidak berdasar nash yang mencapai tingkat sahih atau hasan yang darinya bisa diambil ketentuan hukum syara yang berlaku umum bagi ummat.

Sedangkan di dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits datang secara umum dan tegas, tidak terdapat di dalamnya persyaratan satu tahun. Karena dengan memberlakukan ketentuan satu tahun bagi zakat profesi sama halnya dengan membebaskan sekian banyak pegawai dan pekerja profesi seperti konsultan, dokter, arsitek, pengacara dan sebagainya dari kewajiban membayar zakat profesi, padahal profesi mereka sangat besar.

Dengan demikian Yusuf Qardawi menganalogikan zakat profesi dengan zakat tanaman dan buah-buahan, dimana keduanya dikeluarkan pada waktu panen (diterima di tangan). Hal ini sesuai firman-Nya,”wa atu haqqahu yauma hasbadihi-dan berikan zakatnya ketika panen tiba”.


Dalam konteks ini KH.Ali Yafie menyatakan bahwa standarisasi bagi zakat profesi dan zakat lainnya sangat penting kehadirannya mengingat penghasilan profesi ini berkembang terus. Bagi mereka yang mengqiyaskan zakat profesi dengan zakat tijarah (perdagangan), maka disyarakatkan padanya haul. Sedang bagi yang mengqiyaskan dengan pertanian dan buah-buahan, sebagaimana pendapat Yusuf Qardawi tidak disyarakatkan padanya haul, namun dikeluarkan zakatnya pada saat diterima. Hanya saja, pesan KH. Ali Yafie, “Kita tidak bisa mengkalaim begitu saja tanpa memandangnya dari berbagai sisi”.

Dalam buku saku “Panduan Zakat Praktis” yang diterbitkan IMZ dipaparkan pola perhitungan zakat profesi bisa dihitung setiap bulan dari penghasilan kotor (pendapat paling kuat diantaranya Yusuf Qardawi, Ghazali dll) yang telah mencapai nishab dikali 2,5 % atau diakumulasikan di akhir tahun, lalu ditambah dengan pendapatan lainnya. Contoh : Pendapatan bulanan Rp. 2.000.000,- Pendapatan lainnya Rp. 600.000,- Total seluruhnya Rp. 2.600.000,- Bagaimana perhitungan zakatnya ? Jawabannya : Zakat yang harus dikeluarkan = Nilai total x 2,5 % = Rp. 65.000,- Cuma Rp. 65.000,- / bulan, dan anda akan mendapatkan lebih dari apa yang telah anda keluarkan, karena itu adalah janji Allah SWT, zat yang telah menciptkan langit dan bumi serta apa yang ada antara keduanya.

Read more...

Comments

  © Islamic Ways Psi by Journey To Heaven 2008

Back to TOP