KONSEP ISLAM TENTANG PERNIKAHAN
Islam adalah agama yang universal yang mencakup semua sisi kehidupan. Tidak ada suatu masalah pun, dalam kehidupan ini, yang tidak dijelaskan. Dan tidak ada satu pun masalah yang tidak disentuh nilai Islam, walau masalah tersebut nampak kecil dan sepele. Itulah Islam, agama yang memberi rahmat bagi sekalian alam.
Dalam masalah perkawinan, Islam telah berbicara banyak. Dari mulai bagaimana mencari kriteria bakal calon pendamping hidup, hingga bagaimana memperlakukannya kala resmi menjadi sang penyejuk hati. Islam menuntunnya. Begitu pula Islam mengajarkan bagaimana mewujudkan sebuah pesta pernikahan yang meriah, namun tetap mendapatkan berkah dan tidak melanggar tuntunan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, begitu pula dengan pernikahan yang sederhana namun tetap penuh dengan pesona dan memancarkan nilai dan cahaya Islam di dalamnya.
Nikah merupakan jalan fitrah yang bisa menuntaskan gejolak biologis dalam diri manusia, demi mengangkat cita-cita luhur yang kemudian dari persilangan syar'i tersebut sepasang suami isteri dapat menghasilkan keturunan, hingga dengan perannya kemakmuran bumi ini menjadi semakin semarak dan secara fitrah menikah akan memberikan ketenangan (ithmi’nân/thuma’nînah) bagi setiap manusia, asalkan pernikahannya dilakukan sesuai dengan aturan Allah Swt, Zat Yang mencurahkan cinta dan kasih-sayang kepada manusia. Dan hampir setiap Mukmin mempunyai harapan yang sama tentang keluarganya, yaitu ingin hidup bahagia, sakînah mawaddah warahmah.
B. Anjuran Untuk Menikah
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui (QS. An Nuur : 32)
Ayat di atas menganjurkan kepada umat Islam untuk menikah, dan Allah SWT menegaskan bahwa menikah bukanlah sebagai penyebab sebuah kemiskinan. Menikah adalah pembuka dari pintu-pintu rizki dan membaawa berkah dan rahmah dari Allah. Dengan menikah, Allah akan menambah rizki dan karuniaNya terhadap hambanya yang yakin terhadap Ayat-ayat Allah.
Islam telah menjadikan ikatan perkawinan yang sah berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah sebagai satu-satunya sarana untuk memenuhi tuntutan naluri manusia yang sangat asasi, dan sarana untuk membina keluarga yang Islami. Penghargaan Islam terhadap ikatan perkawinan besar sekali, sampai-sampai ikatan itu ditetapkan sebanding dengan separuh agama. Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu berkata : "Telah bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam (yang artinya): "Barangsiapa menikah, maka ia telah melengkapi separuh dari agamanya. Dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi". [Hadist Riwayat Thabrani dan Hakim].
Sesungguhnya menikah itu bukanlah sesuatu yang menakutkan, hanya memerlukan perhitungan cermat dan persiapan matang saja, agar tidak menimbulkan penyesalan. Sebagai risalah yang syâmil (menyeluruh) dan kâmil (sempurna), Islam telah memberikan tuntunan tentang tujuan pernikahan yang harus dipahami oleh kaum Muslim. Tujuannya adalah agar pernikahan itu berkah dan bernilai ibadah serta benar-benar memberikan ketenangan bagi suami-istri. Dengan itu akan terwujud keluarga yang bahagia dan langgeng. Hal ini bisa diraih jika pernikahan itu dibangun atas dasar pemahaman Islam yang benar.
Menikah hendaknya diniatkan untuk mengikuti sunnah Rasullullah saw., melanjutkan keturunan, dan menjaga kehormatan. Menikah juga hendaknya ditujukan sebagai sarana dakwah, meneguhkan iman, dan menjaga kehormatan. Pernikahan merupakan sarana dakwah suami terhadap istri atau sebaliknya, juga dakwah terhadap keluarga keduanya, karena pernikahan berarti pula mempertautkan hubungan dua keluarga. Dengan begitu, jaringan persaudaraan dan kekerabatan pun semakin luas. Ini berarti, sarana dakwah juga bertambah. Pada skala yang lebih luas, pernikahan islami yang sukses tentu akan menjadi pilar penopang dan pengokoh perjuangan dakwah Islam, sekaligus tempat bersemainya kader-kader perjuangan dakwah masa depan.
Inilah tujuan pernikahan yang seharusnya menjadi pijakan setiap Muslim saat akan menikah. Karena itu, siapa pun yang akan menikah hendaknya betul-betul mempersiapkan segala hal yang dibutuhkan untuk meraih tujuan pernikahan seperti yang telah digariskan Islam. Setidaknya, setiap Muslim, laki-laki dan perempuan, harus memahami konsep-konsep pernikahan islami seperti: aturan Islam tentang posisi dan peran suami dan istri dalam keluarga, hak dan kewajiban suami-istri, serta kewajiban orangtua dan hak-hak anak; hukum seputar kehamilan, nasab, penyusuan, pengasuhan anak, serta pendidikan anak dalam Islam.
C. Islam dan Pernikahan
Islam lahir sebagai sebuah rahmah bagi alam semesta, khususnya umat yang meyakini Islam. Konsepsi Islam terhadap pernikahan telah mendobrak paradigma terhadap pernikahan itu sendiri. Islam memandang pernikahan adalah hak individu, bukan merupakan hak prerogative dari orang tua semata melainkan seorang anak sebagai seorang individu yang bebas merdeka untuk memilih kehendaknya sendiri. Kedudukan orang tua hanya sebatas untuk menjaga, mendidik dan merawat anak-anaknya sampai mereka dewasa dan memiliki kemampuan untuk memilih dan menentukan jalannya sendiri. Konsep Islam mengenai pernikahan didasari oleh kehendak dan persetujuan bersama kedua belah pihak yang hendak menikah dan bila kedua pasangan telah bersepakat maka siapapun tidak boleh menghalangi kehendak mereka termasuk wali dan orang tua. Penolakan orang tua atau wali merupakan sebuah pelanggaran terhadap nilai-nilai agama sebagaimana yang difirmankan Allah dalam surah Al Baqarah ayat 232 “… maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin dengan bakal suaminya”. Ayat ini yang menjadi landasan para fuqaha untuk melarang perkawinan paksa bahkan menjadi landasan bahwa negara berkewajiban untuk mengambil alih menjadi wali nikah dengan menunjuk wali hakim bila wali nasabnya enggan atau menolak menikahkan mereka. Dalam konsepsi Islam menikahkan adalah kewajiban bagi wali bukan hak jadi bila wali nasab menolak maka kewajiban itu harus diambil alih oleh negara. Penolakan wali nasab hanya bisa diterima apabila alasannya sah menurut syari’at Islam diantaranya, calonnya gila, tidak beragama islam, diketahui masyarakat buruk perangainya (suka melanggar pantangan agama seperti mabuk-mabukkan, judi, berzina dll), dan masih dibawah umur. Di luar alasan itu maka penolakan wali nasab tidak bisa diterima dan anak juga tidak dipandang durhaka kepada orang tua karena hal ini sebab dalam islam perkawinan itu hukumnya adalah wajib sehingga penolakan orang tua untuk menikahkan anaknya justru yang dianggap sebagai perlawanan terhadap hukum agama sehingga dianggap melakukan dosa.
D. Tujuan Pernikahan
a. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia Yang Asasi ( Fitrah Manusia )
Di tulisan terdahulu kami sebutkan bahwa perkawinan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini yaitu dengan aqad nikah (melalui jenjang perkawinan), bukan dengan cara yang amat kotor menjijikan seperti cara-cara orang sekarang ini dengan berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan oleh Islam.
b. Untuk Membentengi Martabat Manusia Dari Perbuatan Kotor Dan Keji
Sasaran utama dari disyari'atkannya perkawinan dalam Islam di antaranya ialah untuk membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang telah menurunkan dan meninabobokan martabat manusia yang luhur. Islam memandang perkawinan dan pembentukan keluarga sebagai sarana efefktif untuk memelihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi masyarakat dari kekacauan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda (yang artinya): "Wahai para pemuda! Barangsiapa diantara kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih menundukan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa (shaum), karena shaum itu dapat membentengi dirinya". [Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa'i, Darimi, Ibnu Jarud dan Baihaqi].
c. Rumah Tangga Yang Islami
Tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami istri melaksanakan syari'at Islam dalam rumah tangganya. Hukum ditegakkannya rumah tangga berdasarkan syari'at Islam adalah WAJIB. Oleh karena itu setiap muslim dan muslimah yang ingin membina rumah tangga yang Islami. Rumah tangga yang islami adalah rumah tangga yang berdasarkan kepada ajaran-ajaran agama Islam secara total (kaffah)
d. Karena Menikah itu Ibadah
Sebagai seorang manusia yang sadar betul kehambaanya, manusia harus mengabdi dan memberikan hidupnya hanya kepada Allah dan selalu menghabiskan hari-harinya dengan ibadah kepada Allah semata. Dari sudut pandang ini, rumah tangga adalah salah satu lahan subur bagi peribadatan dan amal shalih di samping ibadat dan amal-amal shalih yang lain, sampai-sampai menyetubuhi istri-pun termasuk ibadah (sedekah).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda (yang artinya): "Jika kalian bersetubuh dengan istri-istri kalian termasuk sedekah!" Mendengar sabda Rasulullah para shahabat keheranan dan bertanya: "Wahai Rasulullah, seorang suami yang memuaskan nafsu birahinya terhadap istrinya akan mendapat pahala?" Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjawab (yang artinya): "Bagaimana menurut kalian jika mereka (para suami) bersetubuh dengan selain istrinya, bukankah mereka berdosa?" Jawab para shahabat :"Ya, benar". Beliau bersabda lagi (yang artinya): "Begitu pula kalau mereka bersetubuh dengan istrinya (di tempat yang halal), mereka akan memperoleh pahala !". [Hadits Shahih Riwayat Muslim, Ahmad dan Nasa'i dengan sanad yang Shahih].
e. Mencari Keturunan Yang Shalih
Tujuan perkawinan di antaranya ialah untuk melestarikan dan mengembangkan bani Adam, Allah berfirman :
"Allah telah menjadikan dari diri-diri kamu itu pasangan suami istri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?" [An-Nahl : 72].
Dan yang terpenting lagi dalam perkawinan bukan hanya sekedar memperoleh anak, tetapi berusaha mencari dan membentuk generasi yang berkualitas, yaitu mencari anak yang shalih dan bertaqwa kepada Allah.
Tentunya keturunan yang shalih tidak akan diperoleh melainkan dengan pendidikan Islam yang benar. Kita sebutkan demikian karena banyak "Lembaga Pendidikan Islam", tetapi isi dan caranya tidak Islami. Sehingga banyak kita lihat anak-anak kaum muslimin tidak memiliki ahlaq Islami, diakibatkan karena pendidikan yang salah. Oleh karena itu suami istri bertanggung jawab mendidik, mengajar, dan mengarahkan anak-anaknya ke jalan yang benar.
Tentang tujuan perkawinan dalam Islam, Islam juga memandang bahwa pembentukan keluarga itu sebagai salah satu jalan untuk merealisasikan tujuan-tujuan yang lebih besar yang meliputi berbagai aspek kemasyarakatan berdasarkan Islam yang akan mempunyai pengaruh besar dan mendasar terhadap kaum muslimin dan eksistensi umat Islam.
E. Pasangan Ideal Dalam Islam
Tentunya dalam proses pembentukan keluarga yang sesuai syariat maka ajaran Islam telah memberikan beberapa kriteria tentang calon pasangan yang ideal dalam usaha membina rumah tangga yang Islami, banyak kreteria yang harus ditlewati dalam mencari pasangan hidup, dan penulis akan menyampaikan beberapa kreteria yang sesuai dengan anjuran al-Qur’an dan Sunnah, yaitu:
Kafa'ah
Menurut Islam, Kafa'ah atau kesamaan, kesepadanan atau sederajat dalam perkawinan, dipandang sangat penting karena dengan adanya kesamaan antara kedua suami istri itu, maka usaha untuk mendirikan dan membina rumah tangga yang Islami inysa Allah akan terwujud. Tetapi kafa'ah menurut Islam hanya diukur dengan kualitas iman dan taqwa serta ahlaq seseorang, bukan status sosial, keturunan dan lain-lainnya. Allah memandang sama derajat seseorang baik itu orang Arab maupun non Arab, miskin atau kaya. Tidak ada perbedaan dari keduanya melainkan derajat taqwanya.
Artinya : "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang-orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal". [Al-Hujuraat : 13].
Dan mereka tetap sekufu' dan tidak ada halangan bagi mereka untuk menikah satu sama lainnya. Wajib bagi para orang tua, pemuda dan pemudi yang masih berfaham materialis dan mempertahankan adat istiadat wajib mereka meninggalkannya dan kembali kepada Al-Qur'an dan Sunnah Nabi yang Shahih. Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam (yang artinya): "Wanita dikawini karena empat hal : Karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih karena agamanya (ke-Islamannya), sebab kalau tidak demikian, niscaya kamu akan celaka". [HR. Bukhari Muslim].
Shalih dan Shalihah
Menurut Al-Qur'an wanita yang shalihah ialah:
Artinya : “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh Karena Allah Telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan Karena mereka (laki-laki) Telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh Karena Allah Telah memelihara (mereka). wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar. [QS An-Nisaa : 34].
Menurut Al-Qur'an dan Al-Hadits yang Shahih di antara ciri-ciri wanita yang shalihah ialah :
o Ta'at kepada Allah, Ta'at kepada Rasul,
o Memakai jilbab yang menutup seluruh auratnya
o Tidak untuk pamer kecantikan (tabarruj) seperti wanita jahiliyah
o Tidak berdua-duaan dengan laki-laki yang bukan mahram,
o Ta'at kepada kedua Orang Tua dalam kebaikan,
o Ta'at kepada suami,
o dan lain sebagainya.
F. Tata Cara Perkawinan dalam Islam
Islam telah memberikan konsep yang jelas tentang tata cara perkawinan berlandaskan Al-Qur'an dan Sunnah, secara singkat penulis sebutkan dan jelaskan seperlunya:
a) Peminangan
Artinya : “Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu[148] dengan sindiran[149] atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang ma'ruf[150]. dan janganlah kamu ber'azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis 'iddahnya. dan Ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; Maka takutlah kepada-Nya, dan Ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun. ( QS. Al Baqarah : 235 )
Seorang muslim yang akan mengawini seorang muslimah hendaknya ia meminang terlebih dahulu, karena dimungkinkan ia sedang dipinang oleh orang lain, dalam hal ini Islam melarang seorang muslim meminang wanita yang sedang dipinang oleh orang lain [Muttafaq 'alaihi]. Dalam khitbah disunnahkan melihat wajah yang akan dipinang [Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dan Darimi].
b) Aqad Nikah
Dalam aqad nikah ada beberapa syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi :
Suka sama suka dari kedua calon mempelai.
Ijab Qabul.
Mahar.
Wali.
Saksi-saksi.
c) Walimah
Walimatul 'urusy hukumnya wajib dan diusahakan sesederhana mungkin dan dalam walimah hendaknya diundang orang-orang miskin. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda tentang mengundang orang-orang kaya saja berarti makanan itu sejelek-jelek makanan. Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam (yang artinya): "Makanan paling buruk adalah makanan dalam walimah yang hanya mengundang orang-orang kaya saja untuk makan, sedangkan orang-orang miskin tidak diundang. Barangsiapa yang tidak menghadiri undangan walimah, maka ia durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya". [Hadits Shahih Riwayat Muslim dan Baihaqi dari Abu Hurairah].
H. PERNIKAHAN YANG DILARANG DALAM ISLAM
Islam melarang beberapa bentuk pernikahan, Insya Allah penulis akan menyampaikan beberapa pernikahan yang dilarang dalam ajaran agama Islam :
a. Nikah Mut’ah
Yang dimaksud dengan nikah mut’ah adalah nikah yang diniatkan hanya untuk bersenag-bersenang dan hanya untuk jangka waktu tertentu saja, mungkin dapat diistilahkan dengan ungkapan nikah kontrak.
Pada awalnya nikah ini diperbolehkan oleh Rasulullah SAW, karena pada saat itu kaum muslimin sedang mengalami peperangan yang berkepanjangan dan jauh dari isteri mereka, pertimbangannya agar kaum muslimin yang berada di medan peperangan terhindar dari bahaya dan kehinaan zina.
Setelah itu Rasulullah SAW melarang pernikahan jenis ini, karena dikhawatirkan terdapat unsure pelecehan terhadap wanita, dan tidak sesuai dengan tujuan pernikahan itu sendiri.
b. Nikah Muhallil
Nikah Muhallil adalah pernikahan yang dilakukan seseorang laki-laki terhadap perempuan yang telah di talak tiga, dengan maksud agar mantan suaminya yang mentalak isterinya tadi dapat menikahinya lagi.
Nikah seperti ini dilarang oleh agama, bahkan dilaknak oleh Rasulullah SAW. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda : “Dari Ibnu Mas’ud ia berkata : Rasulullah SAW mengutuk laki-laki yang Muhallil dan Muhallal Lahu (HR.Tarmidzi dan Nasai).
c. Pernikahan Silang ( Beda Agama )
Pernikahan silang adalah pernikahan lintas agama atau pernikahan antara laki-laki dan perempuan yang berbeda keyakinan dan berbeda agama. Dan Islam melarang pernikahan silang ini seperti yang disebutkan dalam firman Allah :
“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran”.(QS. Al Baqarah : 221)
d. Pernikahan Khadan
Khadan mempunyai arti gundik atau piaraan, baik laki-laki yang menjadikan perempuan sebagai gundiknya atau sebaliknya. Pernikahan Khadan merupakan tradisi jahiliyah dan di dunia modern istilah khadan berganti dengan istilah “kumpul kebo”. Pernikahan atau cara yang seperti ini dilarang oleh agama dan melecehkan nilai-nilai dari rumah tangga yang sacral dan suci.
PENUTUP
Allah berfirman:
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu hidup tentram bersamanya. Dan Dia (juga) telah menjadikan diantaramu (suami, istri) rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir". [QS. Ar Ruum : 21].
Pernikahan atau perkawinan adalah ikatan lahir dan bathin antara seorang pria dan wanita dalam suatu rumah tangga berdasarkan tuntunan agama dalam usaha mencar rumah tangga yang ideal. Rumah tangga yang ideal menurut ajaran Islam adalah rumah tangga yang diliputi Sakinah (ketentraman jiwa), Mawaddah (rasa cinta) dan Rahmah (kasih sayang).
Dalam rumah tangga yang Islami, seorang suami dan istri harus saling memahami kekurangan dan kelebihannya, serta harus tahu pula hak dan kewajibannya serta memahami tugas dan fungsinya masing-masing yang harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Sehingga upaya untuk mewujudkan perkawinan dan rumah tangga yang mendapat keridla'an Allah dapat terealisir, akan tetapi mengingat kondisi manusia yang tidak bisa lepas dari kelemahan dan kekurangan, sementara ujian dan cobaan selalu mengiringi kehidupan manusia, maka tidak jarang pasangan yang sedianya hidup tenang, tentram dan bahagia mendadak dilanda "kemelut" perselisihan dan percekcokan.