URGENSI MEMPELAJARI WARIS ( Kitab Faraidh )
Pendahuluan
Alhamdulillah, segala Puji hanya milik Allah SWT yang telah memberikan nikmatNya kepada kita semua, Shalawat serta Salam tercurah tiada hentinya kepada junjungan kita Baginda Rasulullah SAW., yang telah memberikan cahaya dengan Islam kepada seluruh umat manusia.
Makalah ini adalah sebuah ikhtisar dari sebuah kitab karangan Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At Tuwaijry, semoga ikhtisar yang penulis sajikan dalam bentuk makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Sebagai mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Syari'ah (STIS) Sultan Syarif Abdurrahman, sudah seharusnya setiap mahasiswa menguasai mata kuliah ilmu waris ini, harapan agar dapat menguasai ilmu waris tentunya tidak hanya didapatkan di bangku kuliah, tetapi dengan penelitian dan makalah-makalah mandiri seperti ini diharapkan setiap mahasiswa menguasai mata kuliah ini dengan baik, dalam rangka sebagai mediator dan mensosialisasikan hukum Islam kepada masyarakat luas, khususnya ilmu waris ini. Pada makalah ini insya Allah akan saya ketengahkan kepada para pembaca sekalian sebuah permasalahan yang sangat urgen untuk diketahui oleh setiap muslim, insya Allah akan penulis tampilkan secara berseri tentang hukum pembagian waris dalam islam dan hal-hal yang berkaitan dengannya
Urgensi Mempelajari ilmu Faraidh
Ilmu Faraidh termasuk ilmu yang paling mulia, paling tinggi kedudukannya, paling besar ganjarannya, oleh karena pentingnya, bahkan sampai Allah sendiri yang menentukan bagian masing-masing, Allah menerangkan bagian masingmasing ahli waris, sebagian besar diterangkan dalam beberapa ayat yang jelas, karena harta dan pembagiannya merupakan sumber ketamakan bagi manusia, sebagian besar dari harta warisan adalah untuk pria dan wanita, besar dan kecil, mereka yang lemah dan kuat, sehingga tidak terdapat padanya kesempatan untuk berpendapat atau berbicara dengan hawa nafsu.
Oleh sebab itu Allah-lah yang langsung mengatur sendiri pembagian serta rincianya dalam Kitab-Nya, meratakannya di antara para ahli waris sesuai dengan keadilan serta maslahat yang Dia ketahui. •
Manusia memiliki dua keadaan : keadaan hidup dan keadaan mati, kebanyakan hukum yang ada dalam ilmu Faraidh berhubungan dengan mati, maka Faraidh bisa dikatakan setengah dari ilmu yang ada, seluruh orang pasti butuh kepadanya.
- Pada zaman Jahiliyyah dahulu, mereka hanya membagikan harta warisan untuk orang-orang dewasa tanpa memberikan kepada anak-anak, kepada laki-laki saja tidak kepada wanita, sedangkan Jahiliyyah pada zaman ini memberikan kepada para wanita apa-apa yang bukan hak mereka, baik kedudukan, pekerjaan, maupun harta, sehingga kerusakan semakin bertambah, sedangkan Islam telah berbuat adil kepada wanita dan memuliakannya, memberikan hak yang sesuai untuk mereka
seperti yang lain.
• Ilmu Faraidh (Ilmu Waris) adalah: Ilmu yang menerangkan tentang siapa yang berhak mendapat warisan, dan siapa yang tidak berhak, dan juga berapa bagian setiap ahli waris.
• Pembahasannya : Seluruh peninggalan, yaitu apa yang ditinggalkan oleh Mayit baik itu berupa harta ataupun lainnya.
• Hasilnya : Memberikan seluruh hak kepada ahli waris yang berhak menerimanya.
• Faridhah : adalah bagian tertentu sesuai syari'at bagi setiap ahli waris, seperti : sepertiga, seperempat dan sebagainya.
• Hak-hak yang berhubungan dengan harta peninggalan ada lima, dilaksanakan secara berurutan jika semuanya ada, sebagaimana dibawah ini :
1. Dikeluarkan dari harta warisan untuk penyelesaian kebutuhan mayit, seperti kain kafan dan lainnya.
2. kemudian hak-hak yang berhubungan dengan barang yang ditinggalkan, seperti hutang dengan sebuah jaminan barang dan semisalnya.
3. Kemudian pelunasan hutang, baik itu yang berhubungan dengan Allah seperti zakat, kaffarat dan semisalnya, ataupun yang berhubungan dengan manusia.
4. Kemudian pelaksanakan wasiat.
5. kemudian pembagian warisan –dan inilah yang dimaksud dalam ilmu ini-
• Rukun waris ada tiga :
1. Yang mewariskan, yaitu mayit.
2. Yang mewarisi, yaitu orang yang masih hidup setelah meninggalnya yang mewariskan.
3. Hak yang diwaris, yaitu harta peninggalan
• Sebab-sebab mendapat warisan ada tiga :
1. Nikah dengan akad yang sah, hanya dengan akad nikah maka suami bisa mendapat harta warisan istrinya dan istripun bisa mendapat warisan dari suaminya.
2. Nasab (keturunan), yaitu kerabat dari arah atas seperti kedua orang tua, keturunan seperti anak, ke arah samping seperti saudara, paman serta anak-anak mereka.
3. Perwalian, yaitu ashobah yang disebabkan kebaikan seseorang terhadap budaknya dengan menjadikannya merdeka, maka dia berhak untuk mendapatkan warisan jika tidak ada ashobah dari keturunannya atau tidak adanya ashab furudh.
Yang menghalangi warisan ada tiga :
1. Perbudakan : Seorang budak tidak bisa mewarisi dan tidak pula mendapat warisan, karena dia milik tuannya.
2. Membunuh tanpa alasan yang dibenarkan: Pembunuh tidak berhak untuk mendapat warisan dari orang yang dibunuhnya.
3. Perbedaan agama : seorang Muslim tidak mewarisi orang kafir dan orang kafirpun tidak mewarisi orang Muslim.
Dari Usamah bin Zaid bahwa Nabi bersabda :
" لا يرث المسلم الكا فر ولا الكافر المسلم " متفق عليه
"Orang Muslim tidak mewarisi orang kafir dan orang kafirpun tidak mewarisi orang Muslim" Muttafaq alaihi.
o Seorang istri yang di ceraikan dengan talak raj'i masih saling mewarisi antara dia dengan suaminya selama masih dalam masa iddah.
o Seorang istri jika di cerai oleh suaminya dengan talak bain, jika suaminya dalam keadaan sehat, maka keduanya tidak saling mewarisi, sedangkan jika dalam keadaan sakit parah dan tidak ada sangkaan kalau dia menceraikan dengan tujuan agar istrinya tidak mendapat warisan, maka dalam keadaan seperti ini istrinya juga tidak berhak mendapat warisan, akan tetapi jika diperkirakan dia menceraikannya dengan tujuan agar istrinya tidak mendapat warisan, maka sesungguhnya dia berhak untuk mendapatkannya.
• Macam-macam waris :
1. Waris dengan fard (ketentuan) : yaitu ahli waris mendapat bagian tertentu, seperti: setengah, seperempat dan sebagainya.
2. Waris dengan Ta'shib: yaitu ahli waris mendapat bagian yang tidak ditentukan.
Furudh (bagian-bagian) yang terdapat dalam Al-Qur'an ada enam, yaitu: Setengah, Seperempat, Seperdelapan, Dua pertiga, Sepertiga, dan Seperenam. Adapun sepertiga dari sisa, ditetapkan oleh ijtihad.
Secara rinci Laki-laki yang berhak mendapat warisan ada lima belas, mereka adalah :
Putra, serta putranya (cucu) dan seterusnya dari anak laki-laki, ayah, serta kakek dan seterusnya dari orang tua laki-laki, saudara kandung, saudara seayah, saudara seibu, putra saudara kandung serta putra saudara seayah dan seterusnya dari anak laki-laki mereka, suami, paman kandung dan keatasnya, paman seayah dan keatasnya, putra paman kandung serta putra paman seayah dan anak mereka yang laki-laki, orang yang memerdekakan dan asobahnya.
Kerabat laki-laki selain dari mereka termasuk Dzawil Arham, seperti: saudara saudara ibu (paman dari ibu), putra saudara seibu, paman seibu, putra paman seibu dan lainnya.
Secara rinci wanita yang berhak mendapat warisan ada sebelas, mereka adalah:
Putri, putri dari anak laki-laki (cucu) dan seterusnya dari anak laki-laki, ibu, nenek dari ibu dan keatasnya dari ibu mereka, nenek (ibunya ayah) dan keatasnya dari ibu mereka, neneknya ayah, saudari kandung, saudari satu ayah, saudari satu ibu, istri, dan wanita yang memerdekakan budak.
Wanita selain dari mereka termasuk dari Dzawil Arham, seperti para saudari ibu (bibi) dan lainnya.
Allah berfirman :
"Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan" ( QS. An-Nisaa: 7 )
ASHABUL FURUDH
• Warisan ada dua macam: Fardhu dan Ta'shib, berkaitan dengan dua hal tersebut, para ahli waris terbagi menjadi empat macam:
a. Ahli waris yang hanya mendapat dengan fardhu saja, mereka ada tujuh: ibu, saudara seibu, saudari seibu, nenek dari pihak ibu, nenek dari pihak ayah, suami, dan istri.
b. Ahli waris yang hanya mendapat dengan ta'shib saja, mereka ada dua belas: putra, cucu laki-laki dari putra dan keturunannya, saudara kandung, saudara seayah, putra saudara kandung serta putra saudara seayah dan keturunannya, paman kandung serta paman seayah dan ayah mereka, putra paman kandung serta putra paman seayah dan keturunannya, laki-laki yang memerdekakan dan wanita yang memerdekakan.
c. Ahli waris yang terkadang mendapat warisan dengan fardhu, terkadang dengan ta'shib dan terkadang dengan kedua-duanya, mereka ada dua yaitu : ayah dan kakek, mereka mendapat bagian seperenam jika mayit memiliki keturunan, dan menjadi ashabah saja, jika mayit tidak memiliki keturunan, serta mewarisi dengan fardhu dan ta'shib apabila hanya ada keturunan wanita bagi mayit, jika tersisa lebih dari seperenam setelah diambil bagian ashabul furudh, contoh: seseorang meninggalkan (satu putri, ibu, dan ayah), maka warisan dibagi enam: untuk putri setengah, ibu seperenam, dan sisanya untuk ayah sebagai fardhu dan ta'shib.
d. Ahli waris yang terkadang mendapat warisan dengan fardhu, terkadang dengan ta'shib dan tidak mendapat warisan dengan keduanya, mereka ada empat: satu orang putri atau lebih, putri anak laki-laki (cucu) satu orang atau lebih dan yang dibawahnya dari anak laki-laki, saudari kandung satu orang atau lebih, dan saudari seayah satu orang atau lebih, mereka mendapat warisan dengan fardhu ketika tidak ada yang menjadikan mereka ashobah, yaitu saudara laki-laki mereka, jika ada saudara laki-laki maka mereka akan menjadi ashobah, seperti putra dengan putri, saudara dengan saudari, maka para putri serta saudari menjadi ashobah.
Ashabul furudh ada sebelas orang, mereka adalah: suami, istri satu orang atau lebih, ibu, ayah, kakek, nenek satu orang atau lebih, anak perempuan, putri anak laki-laki (cucu wanita dari anak laki-laki), saudari kandung, saudari seayah, saudara seibu baik laki maupun wanita. Adapun warisan mereka seperti berikut ini:
1- Warisan Suami
1. Suami mendapat bagian setengah dari peninggalan istrinya jika si istri tidak memiliki keturunan, yang dimaksud keturunannya adalah: "anak-anaknya, baik itu putra maupun putri, cucu dari putranya sampai kebawah" adapun cucu dari putri mereka termasuk dari keturunan yang tidak mendapat waris.
2. Suami mendapat bagian seperempat dari peninggalan istrinya jika si istri memiliki keturunan, baik itu keturunan darinya ataupun dari suami lain.
Allah berfirman :
"Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu,jika mereka tidak mempunyai anak. Jika istri-istrimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya..." ( An-Nisaa : 12 )
2- Warisan Istri
1. Seorang istri mendapat seperempat dari peninggalan suaminya jika si suami tidak memiliki keturunan.
2. Istri mendapat warisan seperdelapan dari suami jika dia (suami) memiliki keturunan, baik itu darinya ataupun dari istrinya yang lain.
- Jika istri lebih dari satu, maka bagian isteri yaitu seperempat atau seperdelapan, di bagi sama di antara mereka.
Allah berfirman :
"Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai ank, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu.." An-Nisaa: 12
3- Warisan Ibu
1. Ibu mendapat bagian warisan sepertiga dengan tiga syarat: Mayit tidak memiliki keturunan, tidak memiliki dua saudara atau lebih, baik laki-laki maupun wanita, serta permasalahannya tidak termasuk dari Umariyatain.
2. Ibu mendapat bagian seperenam: jika mayit memiliki keturunan, atau sejumlah saudara, baik laki-laki maupun wanita.
3. Ibu mendapat bagian sepertiga dari sisa harta dalam permasalahan Umariatain, dan disebut pula permasalahan Ghorowiatain, kedua permasalahan tersebut adalah apabila ahli waris terdiri dari:
a. istri, ibu dan ayah: harta warisan dibagi empat: untuk istri seperempat yaitu satu, untuk ibu sepertiga dari sisa harta yaitu satu, dan sisanya yang dua untuk ayah.
b. suami, ibu dan ayah: harta warisan dibagi enam: untuk suami setengah, yaitu tiga, untuk ibu sepertiga dari sisa yaitu satu dan sisanya yang dua lagi untuk ayah.
- Ibu diberi bagian sepertiga dari sisa harta; agar bagiannya tidak melebihi bagian ayah, padahal keduanya satu derajat bagi si mayit, dan agar bagian laki-laki dua kali lebih banyak dari wanita.
Allah berfirman:
"… Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (pembagian-pembagian tersebut diatas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya.." (QS. An-Nisaa: 11)
4- Warisan Ayah
1. Ayah mendapat warisan seperenam secara fardhu dengan syarat adanya keturunan laki-laki bagi si mayit, seperti putra ataupun cucu dari putranya.
2. Ayah mendapat warisan sebagai ashobah jika si mayit tidak memiliki keturunan.
3. Ayah mendapat warisan dengan fardhu dan ta'shib sekaligus jika mayit mempunyai keturunan wanita, seperti: putrinya atau putri dari putranya (cucu), dalam keadaan ini ayah berhak mendapat seperenam sebagai fardhu dan juga mendapatkan sisa harta sebagai ashobah.
Saudara-saudara kandung atau seayah ataupun seibu, seluruhnya terhalang (tidak mendapat waris) dengan keberadaan ayah atau kakek.
5- Warisan Kakek
Kakek yang berhak mendapat warisan adalah yang tidak terdapat wanita di antara dirinya dengan mayit, seperti ayahnya ayah, dan bagiannya sama seperti bagian ayah, kecuali dalam permasalahan Umariatain, dalam masalah ini ibu mendapat sepertiga harta walaupun ada kakek, sedangkan ketika bersama ayah, ibu mendapat sepertiga dari sisa setelah diambil bagian suami atau istri, sebagaimana yang telah lalu.
1. Kakek mendapat warisan seperenam secara fardhu dengan dua syarat: adanya keturunan mayit, dan tidak adanya ayah.
2. Kakek mewarisi sebagai ashobah jika mayit tidak memiliki keturunan, dan tidak ada ayah.
3. Kakek mewarisi dengan fardhu dan ta'shib secara bersamaan, ketika ada keturunan wanita bagi mayit, seperti putri dan putrinya putra (cucu).
6- Warisan Nenek
• Nenek yang berhak mendapat warisan adalah: ibunya ibu, ibunya ayah, ibunya kakek dan seterusnya dengan jalur wanita, dua orang dari ayah dan satu dari ibu.
• Seluruh nenek tidak mendapat warisan sama sekali jika ada ibu, sebagaimana pula tidak ada warisan sama sekali untuk kakek ketika ada ayah.
• Warisan yang didapat oleh satu orang nenek ataupun lebih adalah seperenam (mutlak) dengan syarat tidak ada ibu.
7- Warisan anak perempuan
1. Satu orang putri ataupun lebih mendapat warisan dengan ta'shib jika mereka mempunyai saudara laki-laki, yang laki-laki mendapat dua kali bagian wanita.
2. Seorang putri mendapat warisan setengah harta dengan syarat tidak ada muasshib baginya, yaitu saudara laki-lakinya, tidak ada yang bersamanya, yaitu saudarinya.
3. Dua orang putri ataupun lebih mendapat warisan dua pertiga, dengan syarat jumlah mereka dua orang atau lebih, dan tidak ada muasshib bagi mereka, yaitu saudara laki-laki mereka.
Allah berfirman :
"Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anakperempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta.. " (QS. An-Nisaa: 11)
8- Warisan cucu permpuan (dari anak laki-laki)
1. Satu orang cucu perempuan dari anak laki-laki ataupun lebih mendapat warisan sebagai ta'shib jika ia mempunyai saudara laki-laki yang sederajat dengannya, yaitu cucu laki-laki.
2. cucu perempuan (dari anak laki-laki) mendapat warisan setengah harta dengan syarat tidak ada muasshibnya, yaitu saudara laki-lakinya, tidak ada yang menyertainya, yaitu saudarinya yang lain, dan tidak ada keturunan mayit yang lebih tinggi derajatnya, seperti putra ataupun putri mayit.
3. Dua orang cucu perempuan (dari anak laki-laki) ataupun lebih mendapat warisan dua pertiga dengan syarat jumlah mereka dua orang atau lebih, tidak ada muasshib bagi mereka, yaitu saudara laki-laki mereka, dan tidak ada keturunan yang derajatnya lebih tinggi dari mereka.
4. Satu orang cucu perempuan (dari anak laki-laki) atau lebih dari mendapat warisan seperenam dengan syarat tidak ada muasshib bagi mereka, yaitu saudara laki-laki mereka, tidak ada keturunan mayit yang lebih tinggi derajatnya darinya kecuali satu orang putri yang berhak mendapat setengah harta warisan, karena mereka tidak akan mengambil seperenam kecuali dengan keberadaannya, begitu pula hukumnya dengan putrinya cucu laki-laki bersama cucu perempuan dari anak laki-laki, dst.
9- Warisan Saudari Kandung
1. Seorang saudari kandung mendapat setengah dari harta warisan dengan syarat tidak ada yang menyertainya dari saudari lainnya, tidak ada muasshib, yaitu saudaranya, tidak ada ahli waris dari orang tua, yaitu ayah atau kakek si mayit, dan tidak ada keturunan.
2. Saudari kandung mendapat bagian dua pertiga, dengan syarat jumlah mereka dua orang atau lebih, mayit tidak memiliki keturunan, tidak ada ahli waris dari orang tua laki-laki, tidak ada muasshib, yaitu saudara mereka.
3. Saudari kandung, baik satu orang atau lebih akan menjadi ashobah jika ada yang menjadikan mereka ashobah, yaitu saudara laki-laki, dengan pembagian laki-laki mendapat dua kali bagian wanita. atau ketika mereka bersama keturunan mayit yang wanita seperti putri mayit.
Allah berfirman:
"Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang lakilaki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal.." (QS. An-Nisaa: 176)
10- Warisan Saudari sebapak
1. Saudari seayah mendapat bagian setengah harta dengan syarat tidak ada saudari lain bersamanya, tidak ada muasshib, yaitu saudara laki-lakinya, tidak ada orang tua laki-laki yang mewarisi, tidak ada keturunan mayit, dan tidak ada saudara kandung, baik laki-laki maupun wanita.
2. Saudari satu ayah mendapat dua pertiga bagian dengan syarat jumlah mereka dua orang atau lebih, tidak ada muasshib, yaitu saudara laki-laki mereka, tidak ada orang tua laki-laki yang mewarisi, tidak ada keturunan, dan tidak ada saudara kandung, baik laki-laki maupun wanita.
3. Saudari seayah, satu orang atau lebih mendapat bagian seperenam dengan syarat adanya seorang saudari kandung mayit yang mendapat bagian setengah dengan fardhu, tidak ada muasshib baginya, tidak ada keturunan mayit, tidak ada orang tua laki-laki yang mewarisi, dan tidak ada saudara kandung, baik itu satu orang ataupun lebih.
4. Saudari seayah satu orang atau lebih mendapat warisan dengan ta'shib jika ada bersama mereka muasshibnya, yaitu saudara laki-laki mereka, maka pembagiannya untuk satu orang laki-laki sama dengan dua orang wanita, atau mungkin juga jika mereka ada bersama keturunan mayit yang wanita, seperti putri mayit.
11- Warisan Saudara Seibu
Saudara seibu tidak dibedakan antara laki-laki dan wanita, yang laki-laki dari mereka tidak menjadikan wanitanya ashabah, namun mereka mendapat bagian dengan merata (sama).
1. Saudara seibu, baik laki-laki maupun wanita mendapat bagian seperenam dengan syarat yang meninggal tidak memiliki keturunan, tidak ada orang tua laki-laki yang mewarisi, dan dia hanya satu orang.
2. Saudara seibu, baik itu laki-laki ataupun wanita mendapat bagian sepertiga dengan syarat jumlah mereka lebih dari satu orang, yang meninggal tidak memiliki keturunan, dan tidak ada ahli waris dari orang tua laki-laki.
Allah berfirman :
"Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun" ( QS. An-Nisaa: 12 )
A. Permasalahan Ahlul Furudh
Permasalahan Faraidh berdasarkan bagian-bagian mereka masing-masing terbagi menjadi tiga:
1) Apabila bagian-bagian yang ada sama dengan asli masalah, yang demikian dinamakan al-adilah
Contoh: suami dan saudari, masalahnya dari dua, untuk suami setengah, yaitu satu dan untuk saudari juga setengah, yaitu satu.
2) Apabila bagian yang ada didalamnya lebih sedikit dari asli masalah, yang seperti ini dinamakan an-naqisoh, apa yang tersisa darinya diberikan kepada ashabul furudh selain dari suami istri, apabila ashabul furudh tidak menghabiskan harta peninggalan dan tidak ada Ashabah, maka mereka lebih berhak atas pembagian dan mengambil sesuai dengan bagian masing-masing.
Contoh: istri dan putri, asal masalah dari delapan, untuk istri seperdelapan: satu, dan untuk putri tujuh, sebagai fardhu dan bagian sisa.
3) Apabila bagian yang ada lebih banyak dari asli masalah, yang seperti ini dinamakan aailah
Contoh: suami dan dua orang saudari (bukan satu ibu), jika suami diberi setengah, maka tidak akan cukup bagian untuk kedua orang saudari tersebut, yaitu dua pertiga, maka asli masalah yang enam dirubah menjadi tujuh, untuk suami setengah, yaitu tiga, dan untuk kedua saudari dua pertiga, yaitu empat, sehingga kekurangan mencakup seluruhnya, sesuai dengan bagian masing-masing.
B. Ashabah
Ashabah adalah ahli waris yang mendapat warisan dengan tidak ditentukan.
Ashabah terbagi menjadi dua:
1. Ashabah karena nasab
2. Ashabah karena sebab.
1. Ashabah karena nasab terbagi menjadi tiga macam:
1) Ashabah binnafsi
Mereka adalah seluruh ahli waris laki-laki kecuali (suami, saudara seibu, orang yang memerdekakan budak), mereka adalah: putra, cucu (putranya putra) dan seterusnya ke bawah, ayah, kakek dan seterusnya ke atas, saudara kandung, saudara seayah, putra saudara kandung dan seterusnya kebawah, putra saudara seayah dan seterusnya kebawah, paman kandung, paman seayah, putra paman kandung dan seterusnya ke bawah, putra paman seayah dan seterusnya ke bawah.
* Jika yang ada diantara mereka hanya satu orang, maka dia mendapat seluruh harta, dan jika berkumpul dengan ashabul furudh, dia mengambil apa yang tersisa setelah ashabul furudh, dan jika tidak harta warisan tidak tersisa setelah ashabul furudh mengambil bagiannya, maka dia tidak mendapat apa-apa.
* Sebagian ashabah hubungannya dengan mayit lebih dekat dibandingkan dengan yang lain, mereka tediri dari lima tingkatan, dengan urutan sebagai berikut : keturunan (anak dan keturunannya), kemudian orang tua (ayah dan seterusnya keatas), kemudian saudara (saudara dan keturunannya), kemudian paman (paman dan keturunannya), kemudian wala' (perwalian/yang memerdekakan).
* Jika ada dua Ashabah atau lebih, maka akan ada beberapa kemungkinan:
1. Pertama: Jika keduanya sama dalam jalur, derajat, dan kekuatan, seperti dua orang putra, dua orang saudara, atau dua orang paman, dalam hal seperti ini, keduanya mendapat bagian harta sama.
2. Kedua: Jika keduanya sama dalam jalur dan derajatnya, akan tetapi berbeda dalam kekuatannya, seperti jika ada paman kandung dan paman seayah, maka yang lebih kuat dikedepankan, oleh karenanya yang mendapat warisan adalah paman kandung , sedangkan paman seayah tidak.
3. Ketiga: Jika keduanya sama dalam jalur, akan tetapi berbeda dalam derajatnya, seperti adanya putra dan cucu (dari anak laki-laki), maka yang dikedepankan adalah yang lebih dekat derajatnya, sehingga harta peninggalan hanya diperoleh oleh putra.
4. Keempat: Jika keduanya berbeda jalur, maka yang jalurnya lebih dekat didahulukan dalam warisan, walaupun derajatnya lebih jauh, atas yang jalurnya lebih jauh walaupun derajatnya lebih dekat, maka cucu (dari anak laki-laki) didahulukan dari ayah.
2) Ashabah bilghoir
Mereka ada empat: Satu orang putri atau lebih dengan satu orang putra atau lebih, satu orang cucu perempuan (dari anak laki-laki) atau lebih dengan satu orang cucu laki-laki (dari anak laki-laki) atau lebih, satu orang saudari kandung atau lebih dengan satu orang saudara kandung atau lebih, satu orang saudari seayah atau lebih dengan satu orang saudara seayah atau lebih. Pembagian waris diantara mereka adalah bagian satu orang laki-laki sama dengan bagian dua orang perempuan, dan mereka mendapat apa yang tersisa setelah ashabul furudh mengambil bagiannya, dan jika tidak tersisa setelah ashabul furudh mengambil bagiannya, maka mereka tidak mendapat apa-apa.
3) Ashabah ma'alghoir
Mereka ada dua kelompok:
Pertama: Satu orang saudari kandung atau lebih, bersama satu orang putri atau lebih, atau bersama satu orang cucu perempuan (dari anak laki-laki) atau lebih, atau bersama keduanya,
Kedua: satu orang saudari seayah atau lebih, bersama satu orang putri atau lebih, atau bersama satu orang cucu perempuan (dari anak laki-laki) atau lebih, atau bersama keduanya. Jadi, jika saudari bersama anak perempuan atau cucu perempuan (dari anak laki-laki) sampai seterusnya ke bawah, maka ia menjadi ashabah, mereka mendapat apa yang tersisa setelah ashabul furudh mengambil bagiannya, dan jika tidak ada sisa, maka mereka tidak mendapat apa-apa.
2. Ashabah karena sebab:
Mereka adalah laki-laki atau perempuan yang memerdekakan budak, dan masing-masing mereka menjadi ashabah binnafsi.
1- Allah berfirman
"Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan,maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat.Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu" ( An-Nisaa: 176 )
2- Dari Ibnu Abbas dia berkata: telah bersabda Rosulullah:
" ألحقوا الفرائض بأهلها فما بقي فهو لأولى رجل ذكر " متفق عليه
"Berikanlah harta peninggalan kepada orang yang berhak menerimanya, dan apa yang masih tersisa berikanlah kepada yang lebih berhak dari golongan laki-laki" H.R Bukhori
C. Al-Hajb (Yang Menghalangi Waris)
Al-Hajb: adalah mencegah orang yang berhak mendapat warisan dari warisan secara keseluruhan, atau dari salah satu bagiannya yang terbesar.
Al-Hajb termasuk salah satu bab terpenting dalam Faraidh, dan siapa yang tidak mengetahuinya maka bisa jadi ia tidak memberikan hak orang yang berhak mendapatkannya, atau memberi yang tidak berhak mendapatkannya, dan kedua hal ini merupakan dosa dan kezaliman.
Jika seluruh ahli waris ada, maka ada tiga kemungkinan:
1. Jika seluruh ahli waris laki-laki ada, maka yang mendapat warisan diantara mereka hanya tiga, yaitu: Ayah, anak laki-laki, dan Suami.
KPKnya adalah duabelas: untuk ayah seperenam yaitu dua, untuk suami seperempat yaitu tiga, dan sisanya tujuh untuk anak laki-laki sebagai Ashabah.
2. Jika seluruh ahli waris wanita ada, maka yang mendapat warisan diantara mereka hanyalah lima: anak-perempuan, Cucu perempuan (dari anak laki-laki), Ibu, Istri, Saudari kandung, selain mereka tidak mendapat bagian. KPKnya adalah duapuluh empat: untuk istri seperdelapan yaitu tiga, untuk ibu seperenam yaitu empat, untuk putri setengah yaitu duabelas, cucu seperenam yaitu empat, sisanya satu untuk saudari kandung sebagai Ashabah.
3. Jika seluruh ahli waris laki-laki dan wanita ada, maka yang mendapatkan warisan diantara mereka hanyalah lima, yaitu: Ibu, Ayah, anak laki-laki, anak perempuan, dan salah satu Suami atau Istri.
a. Jika bersama mereka ada istri, maka KPKnya adalah duapuluh empat: untuk ayah seperenam yaitu empat, untuk ibu seperenam yaitu empat, untuk istri seperdelapan yaitu tiga, dan sisanya untuk putra dan putri sebagai Ashabah, laki-laki mendapat dua kali bagian wanita.
b. Jika bersama mereka ada suami, maka KPKnya adalah duabelas: untuk ayah seperenam yaitu dua, untuk ibu seperenam yaitu dua, untuk suami seperempat yaitu tiga, dan sisanya untuk putra dan putri sebagai Ashabah, laki-laki mendapat dua kali bagian wanita.
Macam-Macam Al-Hajb :
Al-Hajb terbagi menjadi dua bagian:
1. Al-Hajb bil-wasf (dengan sifat): yaitu ahli waris yang menyandang salah satu sifat yang menghalangi warisan, yaitu : perbudakan, pembunuhan, atau perbedaan agama, dan sifat ini bisa mengenai seluruh ahli waris, siapa yang saja yang menyandang salah satu dari sifat tersebut, maka keberadaannya seperti tidak ada.
2. Al-Hajb bissyakhsi (dengan orang): -inilah yang dimaksud di sini- yaitu jika sebagian dari ahli waris terhalangi oleh ahli waris lainnya, bagian ini terbagi menjadi dua: Hajb Nuqson (kurang) dan Hajb Hirman (terhalang), penjelasannya sebagai berikut:
1) Hajb Nuqson: Yaitu menghalangi seseorang dari bagian terbesarnya, bagian yang dia dapat akan berkurang disebabkan ada yang menghalanginya. Permasalahan ini terbagi tujuh: empat intiqol (peralihan) dan tiga izdiham (berdesak-desakan), adapun intiqol:
i. Beralihnya orang yang mahjub (terhalang) dari suatu bagian kepada bagian yang lebih sedikit, mereka ada lima: suami-istri, ibu, cucu perempuan (dari anak laki-laki), dan saudari seayah. contohnya adalah seperti beralihnya bagian suami dari seperempat menjadi seperdelapan.
ii. Beralih dari Ashabah kepada fardhu yang lebih sedikit bagiannya, ini khusus hanya dalam permasalahan ayah dan kakek saja.
iii. Beralih dari fardhu kepada Ashabah yang bagiannya lebih kecil, ini berkaitan dengan mereka yang mendapat bagian setengah, yaitu: anak perempuan, cucu perempuan (dari anak laki-laki), saudari kandung dan saudari seayah, hal ini terjadi jika masing-msing dari mereka bersama saudaranya yang laki-laki.
iv. Beralih dari Ashabah kepada Ashabah yang lebih sedikit bagiannya, ini berhubungan dengan Ashabah ma'alghoir, Jadi, saudari kandung ataupun saudari seayah jika bersama anak perempuan atau cucu perempuan (dari anak laki-laki) mendapat sisa yaitu setengah, jika ia bersama saudara laki-lakinya, maka sisanya yaitu setengah dibagi dua antara dia dan saudaranya, laki-laki mendapat dua kali bagian perempuan.
v. Adapun izdiham, ia terjadi dalam fardhu, dan ini terjadi pada tujuh orang ahli waris, mereka adalah: kakek, istri, sejumlah anak perempuan dan cucu perempuan (dari anak laki-laki), beberapa orang saudari kandung, beberapa orang saudari seayah, dan beberapa orang saudara seibu.
vi. Izdiham dalam Ashabah: ini terjadi pada mereka yang menjadi penyebab Ashabah, seperti anak laki-laki, saudara, paman dan semisalnya.
vii. Izdiham dalam Aul: ini akan terjadi pada ashabul furudh jika mereka saling berdesakan.
2) Hajb Hirman: yaitu Seseorang menggugurkan orang lain dari warisan secara keseluruhan, ini terjadi pada seluruh ahli waris kecuali enam: ayah, ibu, suami, istri, anak laki-laki dan anak perempuan.
- Beberapa kaidah dalam hajb hirman bissyahsi:
a) Semua ahli waris dari orang tua, menghalangi yang di atasnya jika mereka satu jenis, oleh karena itu ayah menghalangi kakek dan ibu menghalangi nenek, begitulah seterusnya.
b) Semua ahli waris dari keturunan laki-laki menghalangi yang dibawahnya, baik dari jenisnya maupun tidak, maka anak laki-laki menghalangi cucu laki-laki dan cucu perempuan, sedangkan keturunan wanita, dia tidak menghalangi kecuali yang berada dibawahnya jika mengambil bagian duapertiga, maka terhalang seluruh wanita yang berada dibawahnya, kecuali jika menjadi Ashabah bersama saudara laki-lakinya, maka mereka mendapat sisa dengan ashabah.
c) Semua ahli waris baik orang tua maupun keturunan, menghalangi seluruh hawasyi (arah samping), baik itu laki-laki maupun wanita, tanpa terkecuali. Adapun hawasyi: mereka adalah seluruh saudara laki-laki dan perempuan, baik saudara kandung ataupun sayah beserta keturunan mereka yang laki-laki, saudara seibu, paman, baik kandung ataupun seayah beserta keturunan laki-laki mereka.
d) Adapun wanita, baik itu orang tua ataupun keturunan, mereka tidaklah
e) menghalangi hawasyi kecuali keturunan perempuan, mereka adalah: anak perempuan, dan cucu perempuan (dari anak laki-laki), mereka menghalangi saudara seibu.
f) Hawasyi, antara sesama mereka, semua yang mendapat warisan dengan Ashabah maka dia akan menghalangi siapa saja yang berada dibawahnya, baik itu dari segi jalur, kedekatan ataupun kekuatan. Saudara seayah terhalang oleh saudara kandung dan saudari kandung yang menjadi Ashabah ma'alghoir. Putra saudara kandung terhalang oleh keberadaan saudara kandung, saudari kandung yang menjadi Ashabah ma'alghoir, saudara seayah, dan saudari seayah yang menjadi Ashabah ma'alghoir. Putra saudara seayah terhalang oleh empat kelompok diatas dan oleh putra saudara kandung.
g) Paman kandung terhalang oleh lima kelompok diatas dan oleh putra saudara seayah. Paman seayah terhalang oleh enam kelompok diatas dan oleh paman kandung. Putra paman kandung terhalang oleh tujuh kelompok diatas dan oleh paman seayah. Putra paman seayah terhalang oleh delapan kelompok diatas dan oleh putra paman kandung. Adapun saudara-saudara seibu mereka terhalang oleh keturunan serta orang tua laki-laki yang menjadi ahli waris.
h) Orang tua tidak ada yang menghalangi mereka kecuali orang tua juga, keturunanpun tidak bisa dihalangi kecuali oleh keturunan pula, sebagaimana yang telah lalu, sedangkan hawasyi akan terhalang oleh orang tua, keturunan dan hawasyi lainnya –sebagaimana yang telah lalu-.
i) Berdasarkan hajb hirman, ahli waris terbagi menjadi empat macam:
j) Pertama, bisa menghalangi namun tidak bisa dihalangi, mereka adalah kedua orang tua serta putra dan putri. Kedua, bisa dihalangi tapi tidak bisa menghalangi, mereka adalah: saudara-saudara seibu. Ketiga, tidak bisa menghalangi dan tidak bisa dihalangi, mereka adalah: suami dan istri. Keempat, adalah mereka yang bisa menahalangi dan bisa dihalangi, mereka adalah ahli waris selain yang telah disebutkan diatas.
k) Orang yang memerdekakan budak, baik laki-laki maupun wanita terhalang oleh semua Ashabah dari kerabat mayit.
D. Ta'sihul Masail (mencari bilangan kelipatan persekutuan terkecil/KPK)
a. Asli dari setiap permasalahan akan berbeda sesuai dengan perbedaan ahli waris, jika mereka seluruhnya hanya ashobah, maka asli masalahnya sesuai dengan jumlah setiap bagian dari mereka, untuk laki-laki seperti dua bagian wanita, seperti jika seseorang meninggal dan hanya meninggalkan satu putra dan satu putri, maka asli masalahnya dari tiga, untuk putra dua dan untuk putri satu.
b. Jika dalam permasalahan terdapat seorang ashabul furudh dan ashobah, maka asli masalahnya diambil dari ashabul furudh tersebut, seperti jika seseorang meninggal dan meninggalkan seorang istri dan satu putra, maka permasalahannya dari delapan, untuk istri seperdelapan, yaitu satu dan sisanya untuk putra sebagai ashobah.
c. Jika dalam permasalahan terdapat beberapa ashabul furudh saja, atau ada ashobah bersama mereka, maka dilihat antara ashabul furudh dengan nisab yang empat, yaitu (mumatsalah, mudaholah, muwafaqoh dan mubayanah) kemudian hasilnya dijadikan asli masalah, pada furudh seperti setengah, seperempat, seperenam, seperdelapan dan dua pertiga, jika terjadi mutamatsilah (dua yang serupa) maka cukuplah dengan salah satunya, jika mutadahilan (saling masuk) maka cukup dengan yang terbesar, jika mutawafiqon, maka perkecilan dari salah satunya dikalikan dengan yang lainnya, dan jika mutabayinan, maka keduanya dikalikan langsung, contohnya seperti berikut ini:
d. Mumatsalah (1/3 dan 1/3), mudaholah (1/6 dan 1/2), muwafaqoh (1/8 dan 1/6), mubayanah (2/3 dan 1/4) dst.
e. Asli masalah untuk ashabul furudh ada tujuh: dua, tiga, empat, enam, delapan, duabelas dan duapuluh empat.
f. Jika harta masih tersisa setelah ashabul furudh dan tidak terdapat ashobah, maka dia harus dibagikan kepada ashabul furudh, selain suami dan istri, contoh suami dan putri, permasalahan dari empat: untuk suami seperempat yaitu satu dan sisanya untuk putri sebagai fardhu dan rod.
E. Pembagian Harta Warisan
- Tarikah / Tirkah dapat kita artikan segala apa yang ditinggalkan mayit dari harta ataupun lainnya.
- Peninggalan akan dibagikan kepada ahli waris dengan menggunakan salah satu dari beberapa cara berikut ini:
a. Nisbah: Yaitu dengan cara menyandarkan bagian setiap waris kepadanya, lalu memberikan hasilnya dari peninggalan sesuai dengan hitungannya, jika seseorang meninggal dan meninggalkan (istri, ibu dan paman) lalu harta peninggalannya sebesar seratus duapuluh, maka asli masalahnya dari duabelas, untuk istri seperempat yaitu tiga, untuk ibu sepertiga yaitu empat dan sisanya untuk paman yaitu lima. Bagian istri dari asli masalah adalah seperempatnya, maka dia berhak atas seperempat peninggalan yaitu tigapuluh, bagian ibu sepertiganya, maka dia akan mendapat empatpuluh, bagian paman yang lima menurut asli masalah adalah seperempat dan seperenamnya, maka dia mendapat limapuluh.
b. Cara berikutnya adalah dengan cara mengalikan bagian setiap waris dengan peninggalan, kemudian hasilnya dibagi oleh asli masalah, maka akan keluarlah bagian yang akan didapatnya, dalam permasalahan lalu istri mendapat seperempat yaitu tiga, kalikanlah dengan peninggalan (120) hasilnya adalah (360) lalu bagilah dengan asli masalah (12) sehingga menjadikan bagiannya dari peninggalan adalah (30) begitulah seterusnya.
c. Berikutnya adalah dengan cara membagi peninggalan terhadap asli masalah, nilai yang dihasilkannya dikalikan oleh bagian setiap waris dalam permasalahan, hasil yang didapat adalah bagian yang akan diperoleh oleh setiap ahli waris.
d. Dalam permasalahan lalu, peninggalan (120) dibagi oleh asli masalah (12), maka akan diperoleh hasil (10), hasil ini dikalikan oleh bagian setiap waris, maka bagian ibu dalam masalah tersebut mendapat sepertiga yaitu empat, kita kalikan dengan sepuluh (10 x 4 = 40), demikianlah hasil yang didapatnya dari peninggalan, dst.
• Jika pada waktu pembagian waris ada kerabat mayit yang tidak mendapat waris namun dia hadir, ada juga anak-anak yatim, ataupun orang miskin, hendaklah mereka diberi dari harta peninggalan sebelum dibagi.
Allah berfirman
"Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik" ( QS.An-Nisaa: 8 )
F. Warisan Dzawil Arham
• Dzawil Arham adalah: Semua kerabat dekat yang bukan ahli waris, tidak dengan fardhu dan tidak pula dengan ashobah.
• Dzawil arham mendapat warisan dengan dua syarat: Tidak adanya ashabul furudh selain suami-istri, tidak adanya ashobah.
• Pembagian waris terhadap dzawil arham dilakukan dengan cara melihat kedudukan, setiap dari mereka menduduki posisi yang menjadi penghubungnya, kemudian harta warisan dibagi kepada para penghubung tersebut, maka bagian yang didapat oleh penghubung, itulah yang menjadi bagiannya, rinciannya sebagai berikut:
1. Cucu laki-laki dari anak perempuan, anak cucu perempuaan dari anak lak-laki, mereka menempati kedudukan ibu mereka.
2. Anak perempuan saudara dan cucu perempuan saudara (dari anak laki-laki), kedudukan mereka sama seperti kedudukan ayahnya, anak-anak saudara seibu kedudukannya sama dengan kedudukan saudara seibu, anak-anak saudara perempuan kedudukannya sama seperti kedudukan ibu mereka.
3. Saudara ibu baik yang laki-laki maupun wanita, dan bapaknya ibu,
4. kedudukannya sama seperti ibu.
5. Saudari ayah dan paman seibu menduduki kedudukan ayah.
6. Nenek yang gugur (yang bukan ahli waris) baik dari ayah maupun ibu, seperti ibu ayahnya ibu (neneknya ibu) dan ibu ayahnya kakek (neneknya ayah), yang pertama menduduki kedudukan nenek dari ibu, dan kedua menduduki kedudukan nenek dari ayah.
7. Kakek yang gugur ( yang bukan ahli waris), baik dari arah ayah ataupun ibu, seperti ayahnya ibu dan ayah ibunya ayah (ayahnya nenek), yang pertama menduduki kedudukan ibu dan kedua menduduki kedudukan nenek (ibunya ayah).
8. Semua yang berhubungan dengan yang meninggal melalui salah satu golongan ini, maka ia menduduki kedudukan orang yang menjadi penghubungnya, seperti bibinya saudari ayah dan bibinya saudari ibu dst.
• Jalur dzawil arham ada tiga: bunuwwah (keturunan), ubuwwah (orang tua) dan umumah (paman).
G. Warisan Untuk Janin
Al-Haml: Adalah janin yang masih berada dalam perut ibunya.
Al-Haml mendapat warisan apabila bersuara ketika lahir, dan dia telah ada dalam rahim ibunya ketika mayit meninggal walaupun berupa air mani, dan suaranya bisa berupa teriakan, atau bersin, atau menangis dan sebagainya.
Dari Abu Hurairah: bahwasanya Rasulullah bersabda:
"Tidak ada seorangpun keturunan Adam yang dilahirkan kecuali dia akan disentuh oleh setan pada saat dilahirkan, sehingga dia akan berteriak disebabkan oleh sentuhan setan tersebut, kecuali Maryam dan putranya"
Barang siapa yang meninggalkan ahli waris dan di antaranya terdapat haml, maka ada dua keadaan bagi mereka :
1. Mereka menunggu sampai yang hamil melahirkan dan anaknya jelas jenis kelaminnya, barulah kemudian dilakukan pembagian warisan.
2. Atau bisa juga mereka meminta agar harta warisan dibagi sebelum dia dilahirkan, dalam keadaan seperti ini maka harta warisan disisakan untuk janin bagian terbesar dari warisan dua orang anak laki-laki atau dua orang anak perempuan, setelah dilahirkan dia mengambil bagiannya, sedangkan sisanya diberikan kepada yang berhak. Siapa saja yang tidak terhajb (terhalang) oleh janin, maka dia mengambil seluruh bagiannya, contohnya adalah nenek, dan siapa yang bagiannya bisa berkurang karena janin, maka dia mengambil bagian terkecil, contohnya seperti istri dan ibu, dan siapa yang gugur (tidak mendapat warisan) karenanya, maka dia tidak diberi sama sekali, contohnya seperti saudara.
H. Warisan Khuntsa Musykil (Banci)
• Khuntsa Musykil adalah yang mempunyai kelamin ganda (memiliki kelamin pria dan wanita)
• Khuntsa Musykil jika tidak jelas keadaannya, maka dia mendapat setengah bagian laki-laki dan setengah bagian wanita.
• Apabila Khuntsa tersebut bisa diharapkan untuk diketahui kejelasan kelaminnya, maka dia harus ditunggu sampai ada kejelasannya, jika mereka tidak mau menunggu dan meminta agar harta peninggalan dibagi, maka diberikan kepada dia dan ahli waris lainnya bagian terkecil, dan sisanya dibiarkan terlebih dahulu sampai terbukti keadaannya. Maka warisan dibagi dengan menganggap ia laki-laki, kemudian dibagi lagi dengan menganggap ia perempuan, lalu diberikan kepada Khuntsa maupun ahli waris lainnya bagian yang lebih sedikit, dan sisanya dibiarkan sampai kKhuntsa tersebut jelas keadaannya.
• Keadaan Khuntsa bisa diketahui dengan beberapa hal:
Kencing atau keluarnya air mani dari salah satu kelamin, jika kencing dari keduanya maka dilhat yang lebih dulu keluar, jika bersamaan, maka dilihat mana yang lebih banyak, kecondongannya terhadap lawan jenis, tumbuhnya jenggot, haid, hamil, tumbuhnya kedua payudara, dan keluarnya air susu dari payudaranya, dsb.
I. Warisan Untuk Mafqud
Mafqud: Adalah orang yang tidak ada kabarnya, dan tidak diketahui apakah ia masih hidup atau sudah meninggal.
Mafqud memiliki dua keadaan: meninggal dan hidup, kedua keadaan tersebut mempunyai hukum tersendiri, yaitu hukum yang berkaitan dengan istrinya, hukum yang berkaitan dengan warisannya dari orang lain, warisan orang lain darinya, serta warisan bersama antara dia dengan ahli waris lainnya. jika tidak bisa dipastikan keadaannya apakah ia hidup atau mati, maka ditentukan batas waktu tertentu untuk untuk mencarinya, dan ketentuan waktu tersebut diserahkan kepada ijtihad hakim.
Keadaan mafqud:
1. Jika mafqud sebagai orang yang mewarisi, apabila waktu menunggu yang telah ditentukan habis dan keadaannya belum diketahui, maka dia dihukumi telah meninggal, lalu harta pribadinya dibagikan, begitu pula dengan harta miliknya yang dihasilkan dari warisan orang lain terhadapnya, seluruhnya dibagikan kepada ahli warisnya yang ada ketika dia dihukumi meninggal, dan tidak diberikan kepada mereka yang telah meninggal pada masa penantian.
2. Jika mafqud menjadi salah seorang yang mendapat waris dan tidak ada orang lain padanya, maka harta tersebut untuk sementara dibiarkan sampai ada kejelasan tentangnya, atau habis masa penantiannya, jika ada ada ahli waris lain bersamanya dan mereka menuntut agar harta tersebut dibagikan, hendaklah seluruhnya diperlakukan dengan mendapat bagian terkecil, sementara sisanya dibiarkan sampai ada kejelasan tentangnya, jika hidup maka dia akan mengambil bagiannya dan jika meninggal maka harta yang ada dibagikan kepada mereka yang berhak.
Pertama kali hendaklah dibuat sebuah permasalahan yang dianggap padanya kalau mafqud hidup, kemudian dibuat sebuah permasalahan kedua dengan menganggapnya sebagai mayit, barang siapa yang mendapat waris pada dua keadaan tersebut dengan bagian berbeda, maka hendaklah diberikan kepadanya bagian terkecil, barang siapa yang pada keduanya mendapat bagian yang sama, maka diberikan haknya secara penuh, sedangkan dia yang hanya mendapat bagian pada salah satunya saja, maka dia tidak diberikan harta sedikitpun, lalu apa yang masih tersisa dari harta dibiarkan untuk sementara sampai ada kejelasan tentang keadaan mafqud.
J. Warisan Untuk Gharqa (Orang yang mati karena tenggelam), Hadma (mati karena tertimpa benda keras) dan yang semisalnya.
o Yang dimaksud disini: Sekelompok ahli waris yang meninggal bersama dalam sebuah kejadian tertentu, seperti tenggelam, kebakaran, peperangan, runtuhnya gedung, kecelakaan mobil, pesawat, kereta api dan semisalnya.
o Keadaan mereka: mereka memiliki lima keadaan:
1. Diketahui dengan pasti kalau salah seorang dari mereka meninggal belakangan, maka dia berhak untuk mendapat waris dari dia yang meninggal lebih dahulu, dan tidak sebaliknya.
2. Diketahui jika mereka seluruhnya meninggal berbarengan, maka mereka tidak akan saling mewarisi satu dengan lainnya.
3. Tidak diketahui bagaimana mereka meninggal, apakah meninggalnya satu persatu? Ataukah berbarengan? Maka mereka tidak akan saling mewarisi.
4. Diketahui jika meninggalnya mereka berurutan, akan tetapi tidak diketahui dengan pasti siapa yang meninggal terakhir diantara mereka, maka dalam keadaan inipun mereka tidak akan saling mewarisi.
5. Diketahui siapa yang terakhir meninggal, namun kemudian dilupakan, maka dalam keadaan inipun mereka tidak akan saling mewarisi.
Dalam empat keadaan terakhir mereka tidak saling mewarisi, dengan demikian harta dari setiap mereka hanya dibagikan kepada ahli warisnya yang masih hidup saja, tidak dengan mereka yang meninggal berbarengan.
K. Warisan Bagi Pembunuh.
Barang siapa yang membunuh langsung orang yang mewarisinya atau ikut secara langsung dalam pembunuhannya ataupun menjadi penyebabnya tanpa hak, maka dia tidak berhak untuk mendapat warisan darinya, pembunuhan dengan tidak hak : dia yang terjamin oleh beberapa ketentuan, diyat ataupun kafarat, seperti pembunuhan dengan disengaja dan yang mirip dengan disengaja ataupun kesalahan dalam membunuh, serta apa saja yang mirip dengan kesalahan mebunuh, seperti pembunuhan dengan sebab, pembunuhan anak kecil, orang tidur dan orang gila.
Orang yang membunuh dengan sengaja tidak berhak untuk mendapat waris, hikmah darinya adalah: keterburu-buruan untuk mendapat waris, dan siapa saja yang menyegerakan sesuatu sebelum saatnya tiba, maka dia akan dihukum dengan tidak mendapatkannya, sedangkan pembunuhan yang tidak sengaja, pelarangannya dari waris sebagai bentuk penutupan terhadap ancaman dan penjagaan terhadap penumpahan darah; agar tidak dijadikan penyebab atas ketamakan dalam menumpahkan darah.
o Jika pembunuhan dalam bentuk qisos, had ataupun pembelaan diri dan semisalnya, hal seperti ini tidak menghalangi seseorang dari mendapat waris.
o Orang murtad tidak mewarisi siapapun dan tidak pula mendapat waris, jika dia meninggal dalam keadaan murtad, maka seluruh harta miliknya diserahkan kepada baitul mal kaum muslimin.
L. Warisan Bagi Yang Berlainan Agama
• Seorang Muslim tidak mewarisi orang kafir dan orang kafirpun tidak mewarisi Muslim; dikarenakan oleh perbedaan agama mereka, orang kafir itu seperti mayit dan mayit tidak bisa mewarisi.
• Orang-orang kafir sebagian mereka mewarisi sebagian lainnya, jika mereka satu agama, dan tidak saling mewarisi jika berlainan agama, karena agama ini bermacam-macam, yahudi merupakan sebuah agama, nasrani agama, majusi agama dan begitulah seterusnya.
• Orang-orang yahudi akan saling mewarisi sesama mereka, orang-orang nasrani dan majusipun demikian, sama halnya dengan agama-agama yang lainnya, sehingga seorang yahudi tidak mungkin akan mewarisi dari nasrani, begitu pula dengan agama lainnya.
M. Warisan Bagi Wanita
Islam telah memuliakan wanita, menghargainya serta memberinya bagian dari waris yang sesuai dengan keadaannya, sebagaimana berikut ini:
i. Terkadang dia mendapat bagian yang sama dengan pria, sebagaimana yang terjadi dengan saudara dan saudari satu ibu, ketika bergabung mereka akan menerima bagian yang sama.
ii. Terkadang dia mendapat bagian yang sama atau lebih sedikit dari pria, sebagaimana yang terjadi dengan ayah dan ibu, jika terdapat bersama keduanya putra mayit yang laki atau laki dan perempuan, maka setiap dari ayah dan ibu akan menerima seperenam, dan jika yang ada hanya keturunan mayit yang perempuan saja, maka untuk ibu seperenam dan untuk ayah seperenam beserta sisa harta ketika tidak ada ashobah.
iii. Terkadang wanitapun akan mendapat setengah dari bagian laki-laki, dan inilah yang lebih umum.
Penyebabnya: bahwa Islam telah mewajibkan kepada laki-laki beberapa beban dan kewajiban dari hartanya, pada saat hal tersebut tidak diharuskan terhadap wanita, seperti pembayaran mahar (mas kawin), menyediakan rumah, memberi nafkah kepada istri dan anak, membayar diyat, sementara wanita tidak diwajibkan bagi mereka untuk memberi nafkah, tidak terhadap dirinya dan tidak pula terhadap anak-anaknya.
Oleh sebab itu semua, Islam telah memuliakan wanita ketika meniadakan seluruh beban tersebut darinya, dan membebankannya kepada laki-laki, kemudian memberikan setengah bagian dari apa yang didapat oleh laki-laki, sehingga hartanya semakin bertambah, sementara harta laki-laki akan berkurang oleh nafkah terhadap dirinya, istrinya dan juga anak-anaknya, inilah dia bentuk keadilan diantara dua jenis kelamin yang berbeda, karena sesungguhnya Rob kalian tidak akan pernah berbuat kedzoliman terhadap hamba-Nya, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
1- Allah berfirman:
"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkankan sebagian dari harta mereka" ( An- Nisaa: 34 )
2- Firman Allah:
"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran" ( QS. An-Nahl: 90 )
Penutup
Demikianlah makalah atau ikhtisar ini dapat penulis sampaikan, semoga bermanfaat bagi seluruh pembaca makalah ini, khususnya terhadap penulis. Usaha untuk mempelajari hukum waris Islam seharusnya tidak hanya karena tuntutan SKS di Sekolah Tinggi ini saja, tapi ini merupakan kewajiban setiap mukallaf untuk mempelajari ilmu ini. Semangat mempelajari ilmu-ilmu Islam harus diapresiasi oleh setiap kalangan, baik kalangan akademisi, lingkungan sekolah dan lingkungan rumah tangga. Usaha maksimal dalam mensosialisasikan ilmu waris ke tengah-tengah masyarakat menjadi kewajiban semua kalangan, sehingga tercipta iklim belajar dan mengajar yang produktif di tengah-tengah masyarakat.
Semoga Allah memberikan kemudahan dalam mempelajari dan memahami ilmu ini, sehingga bermanfaat bagi penulis dan masyarakat luas nantinya. Amin Ya Rabbal 'Alamin.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, A. Mukti dkk (Ed), Ensiklopedi Islam, Jakarta : Departemen Agama RI, 1988.
At Tuwaijry, Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah, Ilmu Faraidh, Madinah : Maktab Dakwah, 2007.
Khairul Umam, Dian, Fiqih Mawaris, Bandung : Pustaka Setia, 1999.
Zahari, Ahmad, Hukum Kewarisan Islam, Pontianak : FH Untan Press, 2008.