QORDUL HASAN
Pendahuluan
Dalam Hukum Islam diperintahkan untuk bekerja sekuat tenaga untuk mencari rizki yang halal. Dalam menjalankan usahanya dilarang melakukan transaksi riba dan dianjurkan untuk memanifestasikan sejumlah nilai-nilai akhlaqul karimah seperti tolong-menolong. Prinsip At Ta'âwun adalah salah satu prinsip dalam Hukum Islam. Prinsip tolong-menolong dalam ketakwaan merupakan salah satu faktor penegak agama karena dengan tolong menolong akan menciptakan rasa saling memiliki di antara umat sehingga akan lebih mengikat persaudaraan. Selain itu secara lahiriah manusia adalah mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendirian karena manusia butuh berinteraksi dengan sesamanya. Dengan tolong-menolonglah seorang muslim dapat dikatakan sebagai seorang muslim. Tolong-menolong yang dilakukan tidak hanya dalam lingkup yang kecil seperti antara dua orang tapi juga dalam sebuah perkumpulan yang besar termasuk dalam bisnis yang di dalamnya ada transaksi pembiayaan.
Salah satu bentuk aplikasi prinsip tolong menolong adalah dalam akad qardh, yakni Qardhul Hasan. Akad Qardh merupakan salah satu perwujudan prinsip tolong menolong dalam praktek bank syariah. Perjanjian gardh adalah perjanjian pinjaman. Perjanjian qardh, pemberi pinjaman (kreditor) memberikan pinjaman kepada pihak lain dengan ketentuan penerima pinjaman akan mengembalikan pinjaman tersebut pada waktu yang telah diperjanjikan dengan jumlah yang sama ketika pinjaman itu diberikan. Qardh ul-hasan merupakan perjanjian qardh untuk tujuan sosial. Adalah tidak mustahil bagi suatu bank syariah yang terpanggil untuk memberikan pinjaman-pinjaman kepada mereka yang tergolong lemah ekonominya untuk memberikan fasilitas gardh ul-hasan.
1. Pengertian Qardh
Secara umum, arti qardh serupa dengan arti jual beli, karena qardh adalah pengalihan hak milik harta atas harta. Qardh juga termasuk jenis salaf. Dalam literatul fiqh salaf as shâlih qardh dikatagorikan dalam akad tathowui` atau akad saling bantu membantu dan bukan transaksi komersial.
Qardh secara bahasa, berarti al qot`u yang berarti pemotongan. Harta yang disodorkan kepada orang yang berhutang disebut qardh, karena merupakan “potongan” dari harta orang yang memberikan utang. Ini termasuk penggunaan ism masdar (gerund = noun verbal ) untuk menggantikan isim maf`’ul. Secara syar`i menurut hanafiyah, adalah harta yang memiliki kesepadanan yang anda berikan untuk anda tagih kembali. Atau dengan kata lain suatu transaksi yang dimaksudkan untuk memberikan harta yang memiliki kesepadanan kepada orang lain untuk dikembalikan yang sepadan dengan itu.
2. Landasan Syariah
Transaksi qardh diperbolehkan oleh para ulama berdasarkan hadis riwayat ibnu majah dan ijma para ulama. Sungguhpun demikian Allah SWT mengajarkan kepada kita, agar meminjamkan sesuatu bagi agama Allah SWT.
(1) Al-Qur`an
“ Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipatgandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak” (al-hadid ayat 11)
(2) Hadist Dari sunnah rasul Ibnu Mas`ud meriwatkan bahwa nabi Muhammad SAW bersabda :“bukan seorang muslim (mereka) yang meminjamkan muslim (lainnya) dua kali kecuali yang satunya adalah ( senilai ) shodaqoh”(HR Ibnu Majah)
(3) Ijma Para ulama telah menyepakati bahwa qardh boleh dilakukan, kesepakatan ulama ini didasari tabiat manusia yang tidak bisa hidup tanpa pertolongan dan bantuan saudaranya. Tidak seorangpun yang memiliki segala barang yang ia butuhkan. Oleh karena itu, pinjam-meminjam sudah menjadi satu bagian dari kehidupan didunia ini. Dan Islam adalah agama yang sangat memperhatikan segenap kebutuhan ummatnya.
3. Rukun dan Syarat
(1) Rukun :
v Muqridh (pemilik barang)
v Muqtaridh (yang mendapat barang atau peminjam)
v Ijab qobul
v Qardh (barang yang dipinjamkan)
(2) Syarat sah qardh :
v Qardh atau barang yang dipinjamkan harus barang yang memiliki manfaat, tidak sah jika tidak ada kemungkinan pemanfaatan karena qardh adalah akad terhadap harta.
v Akad qardh tidak dapat terlaksana kecuali dengan ijab dan qobul seperti halnya dalam jual beli.
4. Hal-Hal Yang Diperbolehkan Dalam Qardh
Dalam masalah ini para ulama berbeda pendapat: Mazhab hanafi berpendapat, Qardh dibenarkan pada harta yang memiliki kesepadanan, yaitu harta yang perbedaan nilainya tidak menyolok, seperti barang-barang yang ditakar, ditimbang, biji-bijian yang memiliki ukuran serupa seperti kelapa dan telur, dan yang diukur, seperti kain bahan. Di perbolehkan juga meng-qardh roti, baik dengan timbangan atau biji. Mazhab Maliki, Syafi’i, dan Hanbali berpendapat, diperbolehkan melakukan qardh atas semua harta yang bisa dijualbelikan obyek salam, baik itu ditakar, ditimbang, seperti emas, perak dan makanan atau dari harta yang bernilai, seperti barang-barang dagangan, binatang dan sebagainya, seperti harta-harta biji-bijian, karena pada riwayat Abu Rafi’ disebutkan bahwa Rasulullah SAW berutang unta berusia masih muda, padahal untuk bukanlah harta yang ditakar atau ditimbang, dan karena yang menjadi obyek salam dapat di hak milik dengan jual beli dan ditentukan dengan pensifatan. Maka bisa menjadi obyek qardh. Sebagaimana harta yang ditakar dan ditimbang. Dari sini, menurut jumhur ahli fiqih, diperbolehkan melakukan qardh atas semua benda yang boleh diperjualbelikan kecuali manusia, dan tidak dibenarkan melakukan qardh atas manfaat / jasa, berbeda dengan pendapat Ibnu Taimiyah, seperti membantu memanen sehari dengan imbalan ia akan dibantu memenen sehari, atau menempati rumah orang lain dengan imbalan orang tersebut menempati rumahnya.
5. Hukum Qardh
Hak kepemilikan dalam qardh menurut Abu Hanifah dan Muhammad berlaku melalui qabdh (penyerahan). Jika seseorang berhutang satu mud gandum dan sudah terjadi qabdh maka dia berhak menggunakan dan mengembalikan dengan yang semisalnya meskipun muqridh meminta pengembalian gandum itu sendiri, karena gandum itu bukan lagi milik muqridh. Yang menjadi tanggung jawab muqtaridh adalah gandum yang semisalnya dan bukan gandum yang dihutangnya meskipun qardh itu berlangsung. Abu Yusuf berkata muqtaridh tidak memiliki harta yang menjadi objek qardh selama qardh itu berlangsung. Mazhab Maliki berpendapat, hak kepemilikan dalam shadaqah dan jariyah berlangsung dengan transakasi, meski tidak menjadi qardh atas harta. Muqtaridh diperbolehkan mengembalikan harta semisal yang telah dihutang dan boleh juga mengembalikan harta yang dihutang itu sendiri. Baik harta itu memiliki kesepadanan atau tidak, selama tidak mengalami perubahan; bertambah atau berkurang, jika berubah maka harus mengembalikan harta yang semisalnya.Mazhab Syafi’i menurut riwayat yang paling shahih dan mazhab Hambali berpendapat, hak milik dalam qardh berlangsung dengan qabdh. Menurut Syafi’i muqtaridh mengembalikan harta yang semisal manakala harta yang dihutang adalah harta yang sepadan, karena yang demikian itu lebih dekat dengan kewajibannya dan jika yang dihutang adalah yang memiliki nilai, ia mengembalikan dengan bentuk yang semisal, karena Rasulullah saw telah berutang unta usia bikari lalu mengembalikan unta usia ruba’iyah, seraya berkata “sesunguhnya sebaik-baik kamu adalah yang paling baik dalam membayar utang”. Hanabilah mengharuskan pengembalian harta semisal jika yang dihutang adalah harta yang bisa ditakar dan ditimbang, sebagaimana kesepakatan di kalangan para ahli fiqih. Sedangkan jika obyek qardh bukan harta yang ditakar dan ditimbang, maka ada dua versi : harus dikembalikan nilainya pada saat terjadi qardh, atau harus dikembalikan semisalnya dengan kesamaan sifat yang mungkin.
6. Qardh Yang Mendatangkan Keuntungan
Mazhab Hanafi, dalam pendapatnya yang paling kuat menyatakan bahwa qardh yang mendatangkan keuntungan hukumnya haram, jika keuntungan tersebut disepakati sebelumnya. Jika belum disepakati sebelumnya dan bukan merupakan tradisi yang biasa berlaku, maka tidak mengapa. Begitu juga hukum hadiah bagi muqridh. Jika ada dalam persyaratan maka dimakruhkan, kalau tidak maka tidak makruh.
Mazhab Maliki : tidak diperbolehkan mengambil manfaat dari harta muqtaridh, seperti menaiki untanya dan makan di rumahnya karena hutang tersebut dan bukan karena penghormatan dan semisalnya. Sebagaimana hadiah dari muqtaridh diharamkan bagi pemilik harta jika tujuannya untuk penundaan pembayaran hutang dan sebagainya.
Mazhab Syafi’i dan Hanabilah berpendapat bahwa qardh yang mendatangkan keuntungan tidak diperbolehkan, seperti mengutangkan seribu dinar dengan syarat rumah orang tersebut dijual kepadanya. Atau dengan syarat dikembalikan seribu dinar dari mutu yang lebih baik atau dikembaliakan lebih banyak dari itu. Karena Nabi SAW melarang hutang bersama jual beli.Menurut Dr. Wahbah Zuhaili jika seseorang mengutangkan kepada orang lain tanpa ada persyaratan tertentu, lalu orang tersebut membayarnya dari jenis yang lebih baik atau jenis yang lebih banyak, atau menjual rumahnya kepada pemberi hutang, diperbolehkan dan muqridh boleh mengambilnya berdasar pada riwayat Abi Rofii’bahwa ia berkata “ Rassulullah Saw pernah berutang unta seusia bikari kepada seseorang lalu Rasulullah mendapat unta sedekah. Lalu beliau menyuruh saya untuk membayar kepada oaring tersebut seekor unta bikari. Saya berkata “ ya Rasul, saya tidak mendapati kecuali unta berusia Rubai’yah dari jenis yang bagus, Rasulullah bersabda “berikanlah kepadanya, sesungguhnya sebaik baik kamu adalah yang paling baik membayar hutang”. Ringkasnya, Qardh diperbolehkan dengan dua syarat.
1) Tidak mendatangkan keuntungan. Jika keuntungan tersebut untuk muqridh, maka para ulama sudah bersepakat bahwa ia tidak diperbolehkan. Karena ada larangan dari syariat dan karena sudah keluar dari jalur kebajikan, jika untuk muqtaridh, maka diperbolehkan. Dan jika untuk mereka berdua, tidak boleh, kecuali jika sangat dibutuhkan. Akan tetapi ada perbedaan pendapat dalam mengartikan “sangat dibutuhkan”.
2) Tidak dibarengi denagan transaksi lain, seperti jual beli dan lainnya. Adapun hadiah dari pihak muqtaridh, maka menurut Malikiah tidak boleh diterima oleh Muqridh karena mengarah pada tambahan atas pengunduran. Sedangkan Jumhur ulama membolehkan jika bukan merupakan kesepakatan. Sebagaimana diperbolehkan jika antara Muqridh dan Muqtaridh ada hubungan yang menjadi fakor pemberian hadiah dan bukan karena hutang tersebut.
7. Aplikasi Dalam Perbankan
Akad qardh biasanya diterapkan sebagai berikut :
1. Sebagai produk pelengkap kepada nasabah yang telah terbukti loyalitas dan bonafiditasnya yang membutuhkan dana talangan segera untuk masa yang relatif pendek. Nasabah tersebut akan mengembalikan secepatnya sejumlah uang yang dipinjamnya itu.
2. Sebagai fasilitas nasabah yang memerlukan dana cepat sedangkan ia tidak bisa menarik dananya karena, misalnya, tersimpan dalam bentuk deposito.
3. Sebagai produk untuk menyumbang usaha yang sangat kecil, atau membantu sektor sosial. Guna pemenuhan skema khusus ini telah dikenal suatu produk khusus yaitu qardhul hasan.
8. Sumber Dana
Sifat qardh tidak memberi keuntungan financial. Karena itu, pendanaan qardh dapat diambil menurut kategori berikut :
· Qardh yang diperlukan untuk membantu keuangan nasabah secara cepat dan berjangka pendek, seperti talangan dana di atas, dapat diambilkan dari modal bank.
· Qardh yang diperlukan untuk membantu usaha sangat kecil dan keperluan social, dapat bersumber dari dana zakat, infaq, dan shadaqah, dan juga dari pendapatan bank yang dikategorikan seperti jasa nostro di bank koresponden yang konvensional, bunga atas jaminan L/C di bank asing, dan sebagainya.
Salah satu sumber dana Qardh al Hasan dapat diperoleh dari dana Zakat yang dipisahkan untuk pengembangan usaha produktif bagi fakir-miskin, serta dana infaq dan shadaqah yang dihimpun secara professional. Melalui skim Qardh al Hasan, para penerima dana dilatih untuk bertanggungjawab terhadap dana yang diterimanya dan harus dapat menjadikan taraf hidupnya meningkat dari saat sebelum yang bersangkutan menerima dana Qardh. Jika ia hanya menerima dana yang bersifat bantuan semata, dana yang mereka terima hanya akan habis untuk hal-hal yang bersifat konsumsi semata, dan hal itu tidak akan menimbulkan motivasi untuk bekerja atau berusaha dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, sedangkan Islam mengajarkan seseorang untuk mengejar rezekinya bukan menunggu dengan menengadahkan tangan kepada orang lain.
Kelebihan pemanfaatan dana yang bersumber dari zakat, infaq, dan shadaqah yang disalurkan melalui skim Qardh al Hasan antara lain adalah:
v Transaksi Qardh bersifat mendidik, dan peminjam (muqtarid) wajib mengembalikan, sehingga dana tersebut terus bergulir dan semakin bertambah, dan diharapkan peminjam nantinya juga dapat mengeluarkan zakat, infaq dan shadaqah atas hasil usahanya sendiri;
v Dana zakat, infaq dan shadaqah sebagai dana sosial, akan selalu dapat dimanfaatkan lagi untuk peminjam berikutnya;
v Adanya misi sosial kemasyarakatan melalui skim Qardh al Hasan, akan meningkatkan citra baik dan loyalitas masyarakat terhadap ekonomi syariah serta kesadaran masyarakat untuk membayarkan zakat, infaq dan shadaqah melalui lembaga yang dipercayainya, sehingga dana tersebut tidak hanya menjadi sekedar dana bantuan yang sifatnya sementara dan habis guna kebutuhan konsumtif semata;
v Percepatan pembangunan ekonomi rakyat melalui usaha mikro yang berbasiskan syariah Islam dapat diwujudkan menjadi sebuah kenyataan.
9. Manfaat Qardh
Manfaat yang didapat oleh bank dari transaksi qardh adalah bahwa biaya andministrasi utang dibayar oleh nasabah. Manfaat lainnya berupa manfaat nonfinansial, yaitu kepercayaan dan loyalitas nasabah kepada bank tersebut. Resiko dalam qardh terhitung tinggi karena ia dianggap pembiayaan yang tidak ditutup dengan jaminan.
Manfaat akad qard terhitung sangat banyak sekali diantaranya :
(1) Memungkinkan nasabah yang sedang dalam kesulitan mendesak untuk mendapat talangan jangka pendek.
(2) Qardhul hasan juga merupakan salah satu ciri pembeda bank syariah dengan bank konvensional yang didalamnya terkandung misi sosial, disamping misi komersial.
(3) Adanya misi sosial kemasyarakatan ini akan meningkatkan citra baik dan meningkatkan loyalitas masyarakat terhadap bank syariah.
10. Efektifitas Qardul Hasan Dalam Usaha Pengentasan Kemiskinan
Krisis Global yang terjadi saat ini, diakui atu tidak telah melanda segala lapisan masyarakat. Kebutuhan hidup pengeluaran yang semakin mencekik dan tidak diimbangi dengan kenaikan pendapatan yang signifikan, mengakibatkan beban hidup yang semakin memberatkan. Hal itu akan sangat dirasakan oleh rakyat, terutama golongan bawah dengan pendapatan yang rendah dan dan berstatus pekerja serabutan.
Sektor riil di tengah masyarakat juga semakin pelan jalannya, jangankan pertumbuhannya. Banyak sekali usaha kecil dan mikro semakin terjerembab kepada jeratan para lintah darat, dari yang ‘resmi’ hingga hingga yang berkedok ‘resmi’ atau bahkan yang tidak ‘resmi’ sekalipun. Jangankan mereka mau membayangkan kapan hutangnya lunas, untuk menutup pokok dan bunga angsurannya hari esok .. atau minggu esok saja mereka harus memeras otak dan tenaganya jauh lebih ekstra. Hingga tidak jarang, saudara-saudara kita tersebut sampai terkuras modalnya hanya agar tidak dibentak-bentak oleh para Debt Collector para lintah darat yang semakin tidak berperikemanusiaan tingkahnya.
Al Qardul Hasan, adalah sebuah jawaban yang tepat untuk mengatasi dan sebagai sebuah solusi alternatif dari masalah hutang yang menimpa saudara-saudara kita tersebut. Program Al Qardul Hasan bersumber utama dari infaq dan shadaqah yang telah diberikan oleh Anda yang telah dititipi harta yang lebih dari Allah SWT. Karena memang di sebagian harta yang kita miliki itu, adalah terdapat hak orang lain yang membutuhkannya.
Dana infaq dan shadaqah yang terkumpul, kemudian diputar dengan cara dipinjamkan secara lunak kepada golongan masyarakat yang masuk dalam daftar dan sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh syariah Islam, sesuai dengan urutan-urutannya. Dengan fokus utama adalah : saudara-saudara kita yang terjerat oleh rentenir, memiliki usaha produktif, dan masuk dalam kategori miskin atau bahkan fakir.
Pinjaman tersebut sangat lunak, karena si peminjam cukup hanya mengembalikan Pokoknya saja tanpa dengan tambahan dan potongan biaya apa pun. Dengan jangka waktu sesuai dengan janji si peminjam dan kesepakatan antara peminjam dan Lembaga ZIS, sebagai penyalur.
Dana tersebut diharuskan untuk dikembalikan pokoknya saja dengan cara diangsur, karena dana Al Qardul Hasan adalah termasuk dalam kriteria dana bergulir. Dana yang setiap saat harus diberikan pula kepada anggota masyarakat yang lain.
Tujuan dari pemberian dana tersebut, adalah terangaktnya kemakmuran golongan masyarakat miskin. Sehingga diharapkan apabila dia sudah merasa terbantu oleh adanya Dana tersebut, hatinya pun akan terketuk untuk mengeluarkan infaq dan shadaqah atas hartanya, dan memupuk rasa kepedulian kepada sesama umat manusia.
Akhir dan tujuan utama dari al Qordul Hasan adalah, kemakmuran masyarakat sebagai akibat dari efek berantai yang timbul dari pengadaan penggalian dana infaq dan shadaqah para muzakki, dengan didasari oleh sifat serta rasa kepedulian yang tinggi kepada sesama.
Daftar Pustaka
Zuhaili Wahbah, Dr, Fiqh Muamalah Perbankan Syariah,
Antonio Syafii’i Muhammad, BANK SYARIAH wacana Ulama dan Cendikiawan,
Sudarsono Heri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah,
Sakamadani, Al Qordul Hasan : Cara efektif mengatasi krisis dan kemakmuran rakyat kecil, http://sakamadani.blog.ekonomisyariah.net/
1 comments:
thank bangetz, n sukses selalu y
Post a Comment