Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.
Your Ad Here

Tuesday, August 18, 2009

Dinasti Abbasiyah

Dinasti Abbasiyah ( Daulah Abbasiyah )

Sejarah peralihan kekuasaan Daulah Abbasiyah dari Daulah Umayyah bermula ketika Bani Hasyim menuntut kepemimpinan Islam berada di tangan mereka karena mereka adalah keluarga Nabi Muhammad SAW yang terdekat. Tuntutan itu sudah sejak lama, tetapi baru menjelma menjadi sebuah gerakan ketika Bani Umayyah berhasilkan mengalahkan Ali bin Abi Thalib dan bersikap keras terhadap Bani Hasyim.

Propaganda ini dimulai sejak Daulah Umayyah dipimpin oleh seseorang yang adil bernama Umar Abdul Aziz yang memimpin sekitar 717-720. Ketentraman dan stabilitas negara yang terkendali menjadi sebuah angin segar bagi pergerakan Bani Hasyim untuk menyusun kekuatannya. Gerakan ini berpusat di al-Humaymah, dipimpin oleh seorang zahid yang bernama Abdullah bin Abbas. Kemudian gerakan ini dipimpin oleh anaknya yang bernama Muhammad yang berhasil memperluas gerakan ini. Dia menetapkan tiga kota sebagai pusat gerakan, yaitu al-Humaymah sebagai pusat perencanaan dan pusat organisasi, Kufah sebagai kota penghubung dan Khurasan sebagai pusat gerakan praktis. Muhammad meninggal pada tahun 743 dan digantikan oleh anaknya yang bernama Ibrahim al-Imam. Panglima perang yang dipilih oleh Ibrahim al-Imam adalah seseorang pemberani yang kuat bernama Abu Muslim al-Khurasani. Abu Muslim al-Khurasani berhasil merebut daerah yang bernama Khurasan dan kemudian menyusul kemenangan-kemenangan berikutnya. Pada tahun 749 Ibrahim al-Imam berhasil ditangkap oleh Daulah Umayyah dan dikurung hingga meninggal dunia. Dia digantikan oleh saudaranya yang bernama Abu Abbas. Tidak lama setelah itu dua bala tentara Abbasiyah dan Umayyah bertempur di dekat sungai Zab bagian hulu. Dalam pertempuran itu Bani Abbas mendapatkan kemenangan, dan bala tentaranya menuju ke kota syam dan melanjutkan invasi serta menguasai kota demi kota.

Sejak tahun 750 M Daulah Abbasiyah dinyatakan mulai berdiri dengan khalifah pertama yaitu Abu Abbas as-Saffah. Daulah ini berlangsung sampai 1258 M. Masa yang panjang ini dilewati dengan pola pemerintahan yang berubah-ubah sesuai dengan kondisi sosial politik serta penguasa yang sedang duduk di takhta kekhalifaan. Berdasarkan pola dan perubahan-perubahan itu, ahli sejarah membagi Daulah Abbasiyah menjadi beberapa periode :

1. Perode I ( 750 M – 847 M )

Walaupun Abu Abbas adalah khalifah pertama dari Daulah Abbasiyah, tapi beliau hanya memimpin pemerintahannya dalam waktu yang singkat ( 750 – 754 ). Pembina sebenarnya dari daulah ini adalah Abu Ja'far al-Mansur. Dia adalah seorang khalifah yang keras dan tegas terhadap Bani Umayyah, Khawarij, dan kelompok Syiah yang mulai merasa terkucilkan dari kekuasaan. Untuk mengamankan kekuasaan, khalifah ini menyingkirkan tokoh-tokoh yang dianggap dapat mengguncang serta menggeser kekuasaan daulah yang baru berdiri ini.

Ibu kota yang awalnya berada di al-Hasyimiyah dipindahkan di daerah Baghdad untuk menjaga dan memantapkan stabilitas kekuasaanya. Dia mulai membangun pemerintahan dengan membentuk lembaga eksekutif dan yudikatif. Khalifah Mansur juga berusaha menaklukkan daerah-daerah yang sebelumnya membebaskan diri dan memantapkan keamanan di daerah perbatasan. Beberapa usaha yang dilakukan khalifah ini adalah merebut benteng-benteng di Asia, kota Malatia, wilayah Coppadacia dan Sicilia pada tahun 756-758. Ke utara, pasukannya melintasi pegunungan Taurus dan mendekati Selat Bospurus, dan berdamai dengan Kaisar Constantine V. Selama genjatan senjata, Bizantium menyerahkan upeti tahunan. Pasukannya juga berhadapan dengan Turki Khazar dan Kaukasus, Daylami di Laut Kaspia, Turki di bagian lain Orkus serta India.

Dasar-dasar pemerintahan telah diletakkan dan dibangun pada oleh Abu Abbas as-Saffah dan Abu Ja'far al-Mansur. Namun puncak keemasan Daulah Abbasiyah ini berada di tangan tujuh khalifah sesudah mereka, dimulai dari masa Khalifah al-Mahdi ( 775-785 ) hingga khalifah al-Wasiq ( 842-847 ), dan puncak keemasan dari Daulah Abbasiyah adalah ketika Khalifah Harun ar-Rasyid ( 786-809 ) berkuasa. Daulah ini lebih menekankan kepada pembinaan peradaban dan kebudayaan, orientasi terhadap pembangunan peradaban dan kebudayaan inilah yang membedakan antara Daulah Abbasiyah dan Daulah Umayyah yang lebih mementingkan ekspansi untuk memperluas wilayah kekuasaan.

Pada zaman al-Mahdi, perekonomian meningkat dengan dibangunnya irigasi yang tentunya melipatgandakan hasil pertanian. Pertambangan dan sumber-sumber alam bertambah dan perdagangan internasional ke timur dan barat mulai ditingkatkan. Basra menjadi pelabuhan transit yang penting dan memiliki sarana yang lengkap.

Eskalasi kesejahteraan dan kemakmuran Daulah Abbasiyah semakin meningkat ketika Khalifah Harun ar-Rasyid memipin. Kesejahteraan sosial, pendidikan, kesehatan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusasteraan berada pada puncak keemasannya. Pada masa khalifah ini Daulah Islamiyah berada pada tempat yang terkuat dan tidak tertandingi. Al-Ma'mun menonjol pada gerakan intelektual dan ilmu pengetahuan dengan menerjemahkan buku-buku Yunani. Filsafat Yunani yang rasional menjadikan khalifah terpengaruh dan mengambil terologi rasional Muktazilah menjadi teologi negara.

Terdapat banyak faktor yang menyebabkan Daulah Abbasiyah periode pertama dapat mencapai puncak keemasan, antara lain adalah :

  1. Terjadinya asimilasi dalam Daulah Abbasiyah ini, terdapat unsur-unsur non arab teruatama banga Persia yang ikut membangun peradaban Islam dalam berbagai bidang.
  2. Kebijaksanaan Daulah Abbasiyah yang memang lebih berorientasi kepada pembangungan peradaban dan kebudayaan dari pada perluasan wilayah dan penaklukan daerah-daerah baru.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Daulah Abbasiyah semakin meningkat saat Khalifah mendirikan lembaga yang terkait, yaitu perpustakaan-perpustakaan, perpustakaan yang terbesar adalah Baitul Hikmah dan Daarul Hikmah yang didirikan oleh Khalifah Harun ar-Rasyid dan mencapai puncaknya pada masa Khalifah al-Ma'mun. Perpustakaan ini lebih menyerupai Universitas di mana terdapat kitab-kitab secara lengkap. Orang-orang datang ke perpustakaan ini untuk membaca, menulis dan saling berdiskusi. Disamping itu, perpustakaan juga berfungsi sebagai pusat penerjemahan buku-buku, terutama buku-buku tentang kedokteran, filsafat, matematika, kimia, astronomi, dan ilmu alam.

Di periode pertama ini, sebenarnya banyak gerakan-gerakan politik yang mencoba mengganggu stabilitas dan kemanan Daulah Abbasiyah ini, baik dari kalangan Bani Abbas sendiri atau dari sisa-sisa Dinasti Umayyah, serta Revolusi Khawarij di Afrika Utara, Gerakan Zindik dari Persia, Gerakan Syiah dan konflik bangsa serta aliran pemikiran keagamaan, tapi semuanya dapat dipadamkan oleh pemerintah atau penguasa.

2. Periode Kedua ( 847 M – 945 M )

Khalifah pertama yang menguasai periode ini adalah seorang khalifah yang lemah yaitu Khalifah al-Mutawakkil ( 847 – 861 ), pada masa khalifah ini dominasi perwira Turki mulai terlihat dan tidak dapat dipungkiri oleh khalifah bahwa kekuasaan sebenarnya adalah di tangan mereka. Setelah khalifah pertama pada perode kedua ini meninggal, maka kekuasaan berada pada perwira-perwira turki yang memilih khalifah sesuai dengan keinginan mereka. Maka, kekuasaan tidak lagi berada di tangan Bani Abbas, walaupun mereka tetap menjadi khalifah, tapi hanya sebagai boneka belaka. Sebenarnya ada usaha untuk melepaskan diri dari kekuasaan perwira Turki ini, tapi usaha itu selalu saja gagal. Pada tahun 892 Baghdad kembali menjadi ibukota, dan perkembangan ilmu pengetahuan dan intelektual tetap berkembang.

Setelah orang-orang Turki mulai melemah akibat persaingan antar mereka sendiri, Khalifah ar-Ra'di menyerahkan kekuasaan kepada Muhammad bin Ra'iq, gubernur Wasith dan Basra. Khalifah memberinya gelar Amirul Umara'. Namun, keadaan Bani Abbas tidak menjadi lebih baik. Dari dua belas khalifah pada periode ini, hanya empat orang yang meninggal secara wajar, selebihnya kalau tidak meninggal karena di bunuh atau diturunkan secara paksa dari kekuasaan.

Pada periode ini memang ada beberapa pemberontakan, seperti pemberontakan Zanj di dataran rendah Irak selatan dan pemberontakan Qaramitah yang berpusat di Bahrain, tetapi bukan itu yang menjadi penyebab gagalnya Daulah Abbasiyah pada periode ini untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan politik. Ada beberapa faktor penyebab Daulah Abbasiyah pada periode ini mengalami kemunduran, antara lain adalah :

a. Luasnya wilayah kekuasaan Daulah Abbasiyah yang harus dikendalikan, sementara komunikasi sangat lambat. Bersamaan dengan itu, tingkat kepercayaan antar penguasa mulai memudar

b. Dengan profesionalisasi tentara mengakibatkan tingkat ketergantungan terhadap mereka meningkat dan sangat tinggi.

c. Kesulitan keuangan karena beban pembiayaan tentara yang sangat tinggi. Setelah kekuatan militer ( tentara ) melemah, maka khalifah tidak dapat memaksa pengiriman pajak ke Baghdad.

3. Periode Ketiga ( 945 M – 1055 M )

Pada periode ini Daulah Abbasiyah di bawah kekuasan Bani Buwaihi. Keadaan khalifah lebih buruk dari sebelumnya, terutama karena Bani Buwaihi adalah penganut aliran Syiah. Khalifah tidak lebih sebagai pegawai istana yang digaji dan diperintah. Bani Buwaihi membagi kekuasaanya kepada tiga bersaudara; Ali untuk daerah selatan negeri Persia, Hasan untuk wilayah bagian utara, dan Ahmad untuk wilayah al-Ahwaz, Wasit dan Baghdad. Dengan demikian, Baghdad pada periode ini tidak lagi menjadi pusat pemerintahan Islam karena telah dipindah ke Syiraz di mana berkuasa Ali bin Buwaihi yang memiliki kekuasaan Bani Buwaihi.

Meskipun dalam bidang politik dan pemerintahan Daulah Abbasiyah mengalami kemunduran, tapi perkembangan intelektualitas terus meningkat dengan lahirnya tokoh-tokoh pemikir besar seperti al-Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Maskawaih dan kelompok studi Ikhwan as-Safa.

Pada masa Bani Buwaihi berkuasa, terjadi beberapa kali kerusuhan aliran antara Ahli Sunnah dan Syi'ah, pemberontakan tentara dan sebagainya.

4. Periode Keempat ( 1055 M – 1199 M )

Periode ini ditandai dengan kekuasaan Bani Seljuk atas Daulah Abbasiyah, kehadiran Bani Seljuk merupakan undangan khalifah untuk melumpuhkan kekuasaan Bani Buwaihi di Baghdad. Keadaan khalifah mulai membaik, paling tidak karena kewibawaannya dalam bidang keagamaan karena beberapa lama dikuasai oleh orang-orang syiah.

Seperti sebelumnya, ilmu pengetahun juga berkembang pada periode keempat ini. Nizam al-Mulk, perdana menteri pada masa Alp Arselan dan Maliksyah, mendirikan Madrasah Nizamiyah ( 1067 ) dan Madrasah Hanafiyah di Baghdad. Cabang-cabang Madrasah Nizamiyah didirikan hampir di setiap kota di Irak dan Khurasan. Madrasah ini menjadi model bagi perguruan tinggi di kemudian hari. Dari madrasah ini lahir cendikiawan besar dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Diantara para cendikiawan yang besar pada periode ini adalah al-Zamarkasyi seorang penulis dalam bidang tafsir dan teologi ( ushul ad-din ), al-Qusyairi dalam bidang tafsir, al-Gazali dalam bidang ilmu kalam dan tasawuf, dan Umar Khayyam dalam bidang ilmu perbintangan.

Dalam bidang politik, pusat kekuasaan juga tidak terletak di Baghdad. Mereka membagi kekuasaan menjadi propinsi dengan seorang gubernur yang menjadi penguasanya. Pada masa pusat kekuasaan melemah, tiap-tiap propinsi memerdekan diri. Konflik-konflik serta peperangan antar mereka sendiri yang menjadi penyebab kelemahan mereka, sehingga kekuasaan khalifah kembali menguat khususnya di Irak. Kekuasan ini berakhir di Irak di tangan Khawarizm Syah tahun 1199 M.

5. Periode Kelima ( 1199 M – 1258 M )

Pada periode ini Daulah Abbasiyah tidak lagi berada pada tangan dinasti tertentu. Mereka telah merdeka dan berkuasa, tetapi Daulah Abbasiyah pada periode ini hanya di sekitar Baghdad. Sempitnya wilayah kekuasaan khalifah menunjukkan kelemahan politiknya. Pada masa inilah datang tentara Mongol dan Tartar menghancurluluhkan Baghdad tanpa perlawanan sedikitpun pada tahun 1258 M.

Faktor-faktor yang menyebabkan Daulah Abbasiyah menjadi lemah dan selanjutnya hancur dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Di antara faktor-faktor internal adalah :

  1. Adanya persaingan tidak sehat antara beberapa bangsa yang terhimpun dalam Daulah Abbasiyah, terutama Arab, Persia, dan Turki.
  2. Adanya konflik pemikiran dalam Islam yang sering menyebabkan timbulnya konflik berdarah
  3. Munculnya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dari pusat kekuasaan di Baghdad.
  4. Kemerosotan ekonomi akibat kemunduran politik.

Sedangkan faktor eksternal, antara lain adalah :

  1. Perang salib yang terjadi dalam beberapa gelombang
  2. Hadirnya tentara Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan. Yang terakhir inilah yang mengakibatkan kehancuran secara langsung terhadap Daulah Abbasiyah di Baghdad.

Sumber : Ensiklopedi Islam ( Departemen Agama )

0 comments:

Comments

  © Islamic Ways Psi by Journey To Heaven 2008

Back to TOP