Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.
Your Ad Here

Tuesday, August 18, 2009

Kebebasan Menurut Perspektif Jabariyah dan Qadariyah

ILMU KALAM

Kebebasan Menurut Perspektif Jabariyah dan Qadariyah

A. Pengertian Kebebasan

Wacana kebebasan menemukan momentum pengikraran, sekaligus juga meretas ketidakpastian makna kebebasan itu sendiri. Jika merujuk kepada pengertian sederhananya, dalam bahasa Indonesia, kebebasan yang berakar kata dari bebas memiliki beberapa pengertian, seperti: lepas sama sekali, lepas dari tuntutan, kewajiban dan perasaan takut, tidak di kenakan hukuman, tidak terikat atau terbatas oleh aturan-aturan dan merdeka (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Depdikbud,1990,90). Pengertian etimologi ini tentu tidak memadai dan memungkinkan dijadikan pijakan hukum secara personal dalam realitas sosial. Karena jika itu terjadi maka akan melahirkan ketidak bebasan bagi pihak lain. Ini berarti, tidak ada seorang pun bebas sepenuhnya, karena kebebasan itu dibatasi oleh hak-hak orang lain. Dengan demikian, pengertian kebebasan secara akademik terikat oleh aturan-aturan, baik agama, etika maupun budaya keterikatan makna bebas dangan konsepsi keagamaan, etika dan budaya inilah membuat pengertiannya menjadi bias dan subyetif. Karena setiap agama dan budaya memiliki atuaran dan norma yang mungkin berbeda sesuai titah yang di reduksi dari ajaran kitab suci setiap agama dan konsepsi budaya itu.

Agama islam misalnya, memiliki terminologi tersendiri terhadap kata kebebasan ( hurriyah ). Dalam kitab al- Mausu’ah al-Islamiyah al-‘Ammah, kebebasan didefinisikan sebagai kondisi keislaman dan keimanan yang membuat manusia mampu mengerjakan atau meningalkan sesuatu sesuai kemauan dan pilihannya, dalam koridor sistem islam, baik akidah maupun moral. Dari pengertian ini terdapat dua bentuk kebebasan :

1. Kebebasan internal (hurriyah dakhiliyah) yaitu kekuatan memilih antara dua hal yang berbeda dan bertentangan

2. Kebebasan eksternal (hurriyat kharijiyah) bentuk kebebasan ini terbagi menjadi tiga :

a. al-Tabi’iyah yaitu kebebasan yang terpatri dalam fitrah manusia yang menjadikannya mampu melakukan sesuatu sesuai apa yang ia lihat.

b. al-Siyasiyah, yaitu kebebasan yang telah diberikan oleh peraturan perundang-undagan

c. al-Diniyah, kemampuan atas keyakina terhadap berbagai mazhab keagamaan.

Dari sini jelas sudah, bahwa kebebasan yang sedang berkeliaran dinegeri ini terserabut dari definisi keagamaan.

B. Ayat-ayat al-Qur’an yang membahas tentang kebebasan

Ayat-ayat yang membawa kepada paham Qadariah

إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ

Artiya : “Bahwasanya Allah tidak bisa merubah nasib suatu kaum, kalau tidak mereka sendiri merubahnya” (Ar-Ra’d:11)

Perhatikanlah ayat diatas, kata mereka Tuhan tidak biasa atau tidak kuasa merubah nasib manusia kecuali mereka sendiri yang merubah nasibnya. Kekusaan Tuhan dalam masalah ini tak ada lagi, karena sudah diberikan nya kepada manusia, menurut kaum Qadariah.

Dikemukan lagi sebuah ayat:

وَمَنْ يَعْمَلْ سُوءًا أَوْ يَظْلِمْ نَفْسَهُ ثُمَّ يَسْتَغْفِرِ اللَّهَ يَجِدِ اللَّهَ غَفُورًا رَحِيمًا

Artinya: “Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan atau menganiyaya Dirinya sendiri, kemudian ia minta ampun kepada Tuhan, nicaya akan diperolehnya, bahwasannya Tuhan itu pengampun dan penyayang”(An Nisa:110)

Jelas dalam ayat ini, kata mereka bahwa orang-orang itu sendirilah yang membuat dosanya, bukan Tuhan. Kalau Tuhan yang membuat dosa hamba-Nya tentulah Ia menganiaya hamba-Nya itu, ini mustahil karena tuhan tidak menganiaya hamba-Nya.

Ayat-ayat yang membawa kepada paham Jabariyah

لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ

Artinya: “bagi manusia (upah) apa yang di usahakannya dan atas manusia (hukuman) apa yang diusahakannya”. (Al Baqarah: 286).

Ayat di atas menjelaskan manusia akan dapat pahala kalau ia mengusahakan pekerjaan yang baik dan akan diberi azab (hukuman) kalau ia mengusahakan yang buruk.

Melihat pada ayat-ayat seperti yang tersebut di atas, tidak mengherankan kalau paham Qadariah dan paham Jabariyah, walaupun penganjur-penganjurnya yang pertama telah meninggal dunia,masih tetap terdapat di dalam kalangan umat Islam.

C. Pandangan Kaum Jabariyah Tentang Kebebasan Manusia

Kehendak dan perbutannya. Manusia dalam paham ini terikat pada kehendak Kaum Jabariyah berpendapat, manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam menentukan mutlak Tuhan. Dalam aliran ini terdapat paham bahwa manusia mengerjakan perbuatannya dalam keadaan terpaksa. Perbuatan-perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh kada’ dan kodar Tuhan.

Menurut Jahm yang merupakan penganut paham Jabariyah ini mengatakan: manusia tidak mempunyai kekuasaan untuk berbuat apa-apa; manusia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri dan tidak mempunyai pilihan; manusia dalam perbutan-perbuatannya adalah dipaksa dengan tidak ada kekuasaan, kemauan dan pilihan baginya. Perbuatan-perbuatan di ciptakan Tuhan di dalam diri manusia tak ubahnya dengan gerak yang diciptakan Tuhan dalam benda-benda mati. Oleh karena itu, manusia dikatakan “berbuat” bukan dalam arti sebenarnya,tetapi dalam arti majasi / kiasan: tak ubahnya sebagaimana disebut, air mengalir, batu bergerak matahari terbit dan terbemam dan sebagainya. Segala perbuatan manusia merupakan perbuatan yang dipaksakan atas dirinya masuk didalamnya perbuatan-perbuatan seperti mengerjakan kewajiban, menerima pahala, dan menerima siksaan.

D. Pandangan kaum Qadariah tentang kebebasan manusia

Kaum Qadariah berpendapat bahwa manusia mempunyai kemerdekaan dan kebebasan dalam menentukan perjalanan hidupnya. Menurut paham Qadariah manusia mempunyai kebebasan dan kekuatan sendiri untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya.

Menurut Ghailan yang merupakan penganut paham Qadariah ini mengatakan, bahwa manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatannya : Manusia sendirilah yang melakukan perbuatan-pebuatan baik atas kehendak dan kekuasaannya sendiri dan manusia sendiri pula yang melakukan / menjauhi perbuatan-perbuatan jahat atas kemauan dan dayanya sendiri.Dalam paham ini manusia merdeka dalam tingkah lakunya. Ia berbuat baik adalah atas kemauan dan kehendaknya sendiri. Disini tak terdapat paham yang mengatakan bahwa manusia dalam perbuatan-pebuatannya hanya betindak menurut nasibnya yang telah di tentukan semejak ajal.

Mereka bependapat, tidak ada hubungannya dengan pekerjaan manusia dan apa yang di perbuat manusia tidak diketahui oleh Allah sebelumnya, tetapi tuhan mengetahui setelah diperbuat oleh manusia.Jadi,pada waktu sekarang tidak bekerja lagi karena kodratnya diberikannya kepada manusia dan ia hanya melihat dan memperhatikan saja. Kalau manusia mengerjakan perbuatan yang baik maka ia akan diberi pahala oleh Tuhan karena ia telah memakai kodrat yang di berikan tuhan sebaik-baiknya, tetapi ia akan di hokum kalau kodrat yang diberikan Tuhan kepadanya tidak dipakai.

E. Kesimpulan

Menurut pandangan saya bahwa kebebasan yang sebenarnya adalah ketidak – bebasan itu sendiri. Karena, tidak satupun prilaku yang terbebas dari aturan dan norma, baik yang bersifit ilahiyah ( ketuhanan ) maupun insaniyah (kemanusiaan ). Adanya aturan terhadap sesuatu, merupakan “pengikat “ yang menjadikannya tidak bebas. Artinya, kebebasan tidak mutlaq (lepas) tapi muqayyad (terbatas)

Kaum qadariah adalah kaum yang memandang perbuatan-perbuatan mereka diwujudkan oleh daya mereka sendiri bukan oleh Tuhan; lain halnya dengan kaum jabariah, kaum jabariyah adalah kaum yang memandang perbuatan-perbuatan mereka diwujudkan oleh Tuhan bukan manusia.

Kebebasan dan kekuasaan manusia sebenarnya terbatas dan terikat pada hukum alam. Kebebasn manusia sebenarnya,hanyalah memilih hukum alam mana yang akan di tempuh dan diturutinya. Hal ini perlu ditegaskan karena paham Qadariah biasa di salah artikan mengandung paham,bahwa manusia adalah bebas sebebasnya dan dapat melawan kehendak dan kekuasaan Tuhan. Hukum alam pada hakikatnya merupakan kehendak dan kekuasaan Tuhan, yang tak dapat dilawan dan ditentang manusia.

Daftar Pustaka :

Ali, A. Mukti dkk (Ed), Ensiklopedi Islam, Jakarta : Departemen Agama RI, 1988.

Al-Qur’an Digital_(http://www.alquran-digital.com)

K.H ‘Abbas, Siradjuddin, I’tiqad Ahlu Sunah Wal Jama’ah, Bandung : Karya Nusantara, 1987

Nasution, Harun, Teologi Islam, Jakarta : Universitas Indonesia ( UI Press ), 2007.

0 comments:

Comments

  © Islamic Ways Psi by Journey To Heaven 2008

Back to TOP