Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.
Your Ad Here

Tuesday, August 11, 2009

JINAYAH DAN KEUNGGULANNYA

Pendahuluan
Sistem pidana Islam dalam perspektif media massa atau buku-buku karya orientalis ( yang ingin mendeskreditkan Islam ) dan kaum liberal selalu diopinikan kejam dan tidak manusiawi. Hukuman potong tangan untuk pencuri atau hukuman mati untuk orang murtad, misalnya, sering dituduh terlalu kejam dan sadis. Ujung-ujungnya, ide yang mereka tawarkan adalah mencari “substansi” dari sistem pidana Islam, yaitu memberikan hukuman bagi yang bersalah, apa pun bentuk hukumannya. Pencuri cukup dipenjara, misalnya, bukan dipotong tangannya. Pada akhirnya, sistem pidana kafir warisan penjajah tetap bisa bercokol terus di negeri Islam ini.
Pandangan sinis terhadap sistem pidana Islam itu lahir bukan karena sistem pidana Islamnya yang batil, melainkan lahir karena 2 (dua) alasan utama :
Pertama, secara konseptual, sistem pidana Islam dianggap bertentangan dengan pola pikir kaum sekuler/liberal. Misalnya, hukuman mati untuk orang murtad, dianggap kejam dan salah bukan karena Islamnya yang salah, tapi karena bertentangan dengan prinsip kebebasan beragama yang dianut secara fanatik oleh kaum sekuler.
Kedua, secara praktikal, sistem pidana yang sedang diterapkan memang bukan sistem pidana Islam. Hukum potong tangan untuk pencuri dipandang salah dan sadis bukan karena Islamnya yang salah, melainkan karena bertentangan dengan sistem pidana kafir warisan penjajah, yaitu pasal 362 KUHP. Dalam pasal ini, pencuri diancam pidana penjara paling lama lima tahun. Patut diketahui KUHP ini adalah pidana warisan penjajah Belanda yang dikenal dengan nama Wetboek van Strafrecht yang berlaku di negeri muslim ini sejak 1946
Padahal, studi mendalam dan objektif terhadap sistem pidana Islam telah menunjukkan berbagai keunggulannya bila dibandingkan dengan sistem pidana sekuler yang tengah diterapkan. Tulisan ini mencoba mengungkap segi-segi keunggulan sistem pidana Islam tersebut, baik keunggulan secara konseptual (teoretis), maupun keunggulan praktikal (empiris).

Urgensi Tasyri' Rabbani Bagi Masyarakat
Hukum merupakan salah satu kekuatan utama bagi masyarakat. Maka masyarakat manapun selalu memerlukan hukum atau undang-undang yang mengatur hubungan sesama mereka. Hukum memberikan sanksi kepada orang yang menyimpang dari kaidah-kaidahnya, baik hukum tersebut berasal dari langit (wahyu) atau buatan manusia. Karena hati nurani dan motivasi saja tidak cukup untuk makhluk secara umum dalam memelihara keselamatan berjamaah, menjaga eksistensinya baik yang bersifat materi atau moral dan menegakkan keadilan di tengah-tengah masyarakat. Oleh karena itu Allah mengutus para rasul-Nya dan menurunkan kitab-Nya untuk menentukan dan mengatur perjalanan hidup dengan benar. Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan." (Al Hadid : 25)
Demikian juga Allah SWT telah menurunkan kitab-Nya yang abadi untuk menghukumi manusia, bukan sekedar untuk dibacakan kepada orang-orang yang sudah mati dan bukan pula untuk hiasan dinding. Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu..." (An-Nisa': 105)
Ayat-ayat Al Qur'an jelas sekali dalam mewajibkan kita untuk berhukum pada kitab yang diturunkan Allah SWT. Allah berfirman:
"Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur'an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap ummat di antara kamu, Kami berikan syari'at (aturan) dan minhaj (jalan yang terang). Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu ummat saja, tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuannya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu, dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kami terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dan hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnnya Allah menghendaki dan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan sesunggahnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?" (Al Maidah: 48-50)
Dalam ayat tersebut ada beberapa catatan penting sebagai berikut:
Pertama, Ayat tersebut datang setelah ayat-ayat yang berbicara tentang Ahli kitab yang dua, yaitu Taurat dan injil, yang di dalamnya terdapat firman Allah SWT:
"Barangsiapa yang hendak berhukum dengan sesuatu yang diturunkan Allah maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir." (Al Maidah: 44)
"Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan sesuatu yang diturunkan Allah maka mereka itu adalah orang-orang yang zhalim." (Al Maidah: 45)
"Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan sesuatu yang diturunkan Allah maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik." (Al Maidah: 47)
Maka tidak sepantasnya bagi Allah SWT yang telah menghukumi kepada Ahlul Kitab dengan kekufuran, kezhaliman dan kefasikan atau dengan ketiganya, apabila mereka tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Allah. Kemudian mema'afkan kaum Muslimin yang melakukan kesalahan serupa. Karena sesungguhnya keadilan Allah itu tetap dan berlaku sampai kapan pun atas semua makhluk-Nya. Telah datang hukum Al Qur'an dengan katakata yang bersifat umum, maka tidak ada alasan bagi orang yang tidak mau melaksanakan untuk mengatakan bahwa ayat-ayat di atas hanya untuk Ahlul Kitab bukan untuk kaum Muslimin.
Kedua, Sesungguhnya kita tidak diperkenankan meninggalkan satu bagian dari kitab yang diturunkan oleh Allah kepada Rasul-Nya. Allah memperingatkan hal itu dengan ungkapan yang keras sebagai berikut:
"Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik." (Al Maidah: 49)
Ketiga, Sesungguhnya manusia itu berada di antara dua hukum, tidak ada yang ketiganya. Yakni hukum Allah atau hukum jahiliyah. Maka barangsiapa tidak rela untuk menerima yang pertama, berarti ia terjerumus pada yang kedua, tidak mungkin tidak dan begitu pun sebaliknya. Karena itu Allah SWT berfirman:
"Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?" (Al Maidah: 50)
Sesungguhnya tasyri' (hukum Allah) itulah yang mentransfer taujiihaat (arahan-arahan) agama dan akhlaq pada undang-undang yang berlaku dan memberikan sanksi apabila ditinggalkan.
Hajat manusia akan tasyri' Rabbani yang itu demi menjamin keselamatan manusia dari kekurangan dan jerat hawa nafsunya. Dia merupakan hajat utama (primer) yang tidak bisa diwujudkan kecuali oleh tasyri' islami (hukum Islam). Karena hukum inilah yang akan membawa kepada hidayah Allah yang terakhir kepada manusia dan tidak ada di bumi ini tasyri' Rabbani selainnya. Seluruh sumber dari langit telah terkena penyimpangan dan perubahan, sebagaimana telah ditegaskan oleh para peneliti lama maupun modern terhadap Taurat dan Injil. Maka sumber langit satu-satunya yang masih terpelihara tanpa ada yang menambahi atau mengurangi dan tanpa adanya penyimpangan atau perubahan adalah Al-Qur'an.
Sesungguhnya manusia memerlukan taujih Ilahi yang dapat menjauhkan mereka dari kesesatan dalam berfikir, dan penyimpangan dalam berbuat, karena kebanyakan yang membuat akal manusia tertutup adalah dosa-dosa besar dan penyelewengan yang dahsyat. Sehingga kita dapatkan bangsa "Asbarithah" dahulu pernah membunuh anak-anak mereka yang lemah fisiknya, bangsa Arab di zaman jahiliyah juga pernah mengubur hidup-hidup setiap bayi atau bahkan anak wanitanya, kemudian bangsa lndia, Rumawi, Persi serta bangsa lainnya telah membagi manusia dalam kasta-kasta, yang membolehkan bagi level (tingkatan) tertentu sesuatu yang tidak boleh bagi yang lainnya, bahkan sebagian membunuh yang lain secara sengaja tanpa ada pembalasan.
Kita dapatkan pada zaman kita sekarang ini ada orang yang memperbolehkan homoseks (perkawinan laki-laki dengan laki-laki) dan bahkan dikeluarkan undang-undang resmi dengan disetujui oleh sebagian pendeta di Barat saat ini.
Betapapun dangkalnya akal manusia jika dibanding dengan ilmu Allah, kita dapatkan bahwa sesungguhnya manusia telah diberi bekal untuk bisa membedakan antara petunjuk dengan kesesatan, antara yang bermanfaat dengan yang berbahaya, antara yang hitam dengan yang putih. Namun demikian, seringkali mereka dikalahkan oleh hawa nafsu dan syahwat mereka atau mengikuti kemauan orang-orang yang mempunyai pengaruh dan kepentingan khusus dari mereka. Sehingga yang terjadi kemudian adalah mereka menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang seharusnya halal bagi mereka. Barangkali contoh yang paling jelas untuk itu adalah sikap pemerintah Amerika Serikat yang sempat mengharamkan khamr dan kemudian mencabut kembali pengharaman tersebut, meskipun sudah jelas terbukti bahayanya terhadap individu, rumah tangga dan masyarakat, baik secara moral maupun material.

Keunggulan Konseptual
Secara konseptual (teoretis), paling tidak ada 5 (lima) keunggulan sistem pidana Islam.
Pertama, sistem pidana Islam berasal dari Allah, Dzat yang Maha Mengetahui perihal manusia secara sempurna termasuk gerak-gerik hati dan kecenderungan naluriah manusia. Ini tentu sangat berbeda dengan sistem pidana sekuler yang dibuat oleh manusia yang sok tahu dan sok pinter tentang manusia, padahal sebenarnya ia lemah dan serba terbatas jangkauan pandangannya.
Allah SWT berfirman :
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ
“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS Al-Maa`idah [5] : 50)

Ayat di atas maknanya adalah tidak ada hukum siapapun yang lebih baik daripada hukum Allah . Jadi, meski redaksinya berupa pertanyaan (“siapakah”), tapi yang dimaksud adalah menafikan atau mengingkari sesuatu (“tidak ada siapa pun”) .
Sumber sistem pidana Islam yang berasal dari wahyu Allah ini selanjutnya melahirkan keunggulan-keunggulan lain sebagai implikasinya. Antara lain, penerapan sistem pidana Islam akan dianggap sebagai wujud ketakwaan individu kepada Allah.
Sebaliknya, penerapan sistem pidana sekuler dengan sendirinya sama sekali akan kosong dari unsur ketakwaan, karena ia tidak bersumber dari wahyu Allah. Ketika hukum potong tangan diterapkan, ia adalah wujud ketakwaan kepada Allah. Sebab hukuman itu diperintahkan Allah dalam Al-Qur`an (lihat QS Al-Maidah [5] : 38).
Tapi ketika manusia menerapkan hukum pidana penjara untuk pencuri, yaitu menerapkan pasal 362 KUHP, berarti ia tidak bertakwa kepada Allah, karena ia tidak menjalankan sanksi ketetapan Allah, tapi sekedar sanksi bikinan manusia sesamanya. Kalau hakim muslim merasa bertakwa kepada Allah dengan menjalankan pasal 362 KUHP, jelas ia sedang berkhayal atau bermimpi kosong.
Dengan kata lain, menjalankan sistem pidana Islam tak ubahnya dengan melaksanakan sholat, puasa, haji, dan ibadah ritual lainnya. Jadi sistem pidana Islam bersifat spiritual (ruhiyah). Sebab semuanya adalah hukum yang berasal dari Allah SWT yang merupakan ketakwaan jika dilaksanakan dengan benar oleh seorang muslim.
Kedua, sebagai implikasi dari keunggulan pertama, maka keunggulan berikutnya adalah, sistem pidana Islam bersifat tetap (dawam), konsisten, dan tidak berubah-ubah mengikuti situasi, kondisi, waktu dan tempat . Allah SWT berfirman :
وَتَمَّتْ كَلِمَتُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلًا لَا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِهِ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“Telah sempurna kalimat Tuhanmu, sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat mengubah-ubah kalimat-kalimat-Nya dan Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS Al-An’aam [6] : 115)

Sebaliknya sistem pidana sekuler ( yang dianut negara-negara liberal ) tidak memiliki sifat konsisten ini, karena ia akan selalu berubah dan berbeda-beda mengikuti kehendak manusia sesuai situasi, kondisi, waktu dan tempat. Penyebab hal ini tiada lain karena sumbernya bukan dari wahyu Allah, tapi dari manusia itu sendiri, sehingga berpotensi sangat tinggi untuk berubah, berbeda, dan berganti.
Dalam sistem pidana Islam, meminum minuman keras (khamr) adalah haram dan merupakan kejahatan (jarimah/jinayah) untuk siapapun di mana pun dan kapan pun . Minum khamr hukumnya haram di negeri Arab yang panas, sebagaimana ia haram untuk muslim yang tinggal di Rusia yang dingin.
Ini beda sekali dengan sistem pidana sekuler. Dulu pada tahun 1920-an Amerika Serikat pernah melarang minuman keras. Tapi dasar bangsa Amerika adalah bangsa pemabok, akhirnya mereka tidak tahan dan minuman keras lalu dibolehkan lagi untuk ditenggak oleh masyarakat Amerika yang kafir.
Memang dalam sistem pidana Islam ada jenis hukuman ta’zir yang memungkinkan adanya perbedaan sanksi hukuman yang penetapannya diserahkan kepada qadhi (hakim). Misalnya pengguna narkoba, dapat dipenjara sampai 15 tahun atau dikenakan denda yang besarnya diserahkan kepada qadhi . Ini berarti bisa saja sanksi penjaranya bisa kurang dari 15 tahun, dan besarnya denda bisa berbeda-beda, dan kami akan menyampaikan tentang jarimah ini secara luas di dalam makalah ini.
Ketiga, sanksi dalam pidana Islam bersifat zawajir (membuat jera di dunia) dan jawabir (menghapus dosa di akhirat). Jadi sistem pidana Islam itu berdimensi dunia dan akhirat. Sedang sistem pidana sekuler jelas hanya berdimensi dunia saja.
Sifat zawajir itu, artinya sistem pidana Islam akan membuat jera manusia sehingga tidak akan melakukan kejahatan serupa. Misalnya dengan menyaksikan hukuman qishash bagi pelaku pembunuhan, akan membuat anggota masyarakat enggan untuk membunuh sehingga nyawa manusia di tengah masyarakat akan dapat terjamin dengan baik. Allah SWT berfirman :
وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang berakal, supaya kamu bertakwa.” (QS al-Baqarah [2] : 179)

Sedang sifat jawabir, artinya sistem pidana Islam akan dapat menggugurkan dosa seorang muslim di akhirat nanti. Dalam peristiwa Baiat Aqabah II, Rasulullah SAW menerangkan bahwa barangsiapa yang melakukan suatu kejahatan, seperti berzina, mencuri, dan berdusta, lalu ia dijatuhi hukuman atas perbuatannya itu, maka sanksi itu akan menjadi kaffarah (penebus dosa) baginya (HR. Bukhari, dari Ubadah bin Shamit RA) .
Maka, dalam sistem pidana Islam, kalau orang mencuri lalu dihukum potong tangan, di akhirat Allah tidak akan menyiksanya lagi akibat pencurian yang dilakukannya di dunia. Hukum potong tangan sudah menebus dosanya itu. Tapi dalam sistem pidana sekuler, sifat jawabir ini tidak ada. Nihil. Jadi kalau seseorang mencuri dan dipenjara (bukan dipotong tangan), di akhirat nanti masih akan diazab oleh Allah karena pencurian yang dilakukannya di dunia. Jadi, dengan sistem pidana sekuler, orang akan menderita secara double, di dunia sekaligus di akhirat.
Keempat, Dalam sistem pidana Islam, peluang permainan hukum dan peradilan sangat kecil. Ini terutama karena, sistem pidana Islam itu bersifat spiritual, yakni menjalankannya berarti bertakwa kepada Allah. Selain itu, hakim yang curang dalam menjatuhkan hukuman, atau menerima suap dalam mengadili, diancam hukuman yang berat oleh Allah, yaitu masuk neraka atau malah bisa menjadi kafir (murtad).
Rasulullah SAW bersabda : “Akhdhul amiiri suhtun wa qabuulul qaadhiy ar-risywata kufrun.” (Hadiah yang diterima oleh seorang penguasa adalah suht (haram) dan suap yang diterima oleh hakim adalah kufur) (HR. Ahmad).
Berdasar hadits itu, seorang ulama dari kalangan tabi’in, yakni Abu Wa`il bin Salamah berkata,”Seorang qadhi (hakim) yang menerima hadiah, ia makan barang haram dan jika menerima suap, ia telah sampai pada kekufuran.”
Kelima, Dalam sistem pidana Islam, seorang qadhi memiliki independensi tinggi, yaitu vonis yang dijatuhkannya tak bisa dibatalkan, kecuali jika vonis itu menyalahi syariat.
Kaidah fiqih menyebutkan,”al-ijtihad laa yunqadhdhu bi-mitslihi.” (Ijtihad tidak dapat dibatalkan dengan ijtihad yang semisalnya) . Artinya, vonis yang dijatuhkan seorang hakim (qadhi) sebagai hasil ijtihadnya, tidak dapat dibatalkan oleh ijtihad yang dihasilkan oleh hakim lainnya.
Maka dalam peradilan Islam tidak dikenal sistem “banding” yakni mengajukan peninjauan vonis pada tingkat peradilan yang lebih tinggi, sebagaimana dalam sistem peradilan sekuler. Sebab sekali vonis dijatuhkan, ia berlaku secara mengikat dan langsung dijalankan. Kecuali jika vonis itu salah, maka wajib dibatalkan. Misalnya seorang yang dijatuhi vonis hukuman mati (qishash) atas dasar pengakuan, lalu terbukti pengakuannya tidak benar karena ada saksi-saksi yang membatalkan kesaksiannya itu.

Keunggulan Praktis (Empiris)
Negara Arab Saudi, walau pun belum Islami seratus persen --karena masih menggunakan sistem monarki (bukan Khilafah)-- tapi sistem pidana Islam yang diterapkannya menunjukkan keunggulan signifikan bila dibandingkan sistem pidana sekuler yang dijalankan di negara-negara Arab lainnya, yaitu di Suriah, Sudan, Mesir, Irak, Libanon, dan Kuwait. Rata-rata angka pembunuhan di Saudi (dalam 100.000 penduduk) dalam periode 1970-1979 yang besarnya 53, ternyata hanya 1/6 dari angka pembunuhan Mesir dan Kuwait, 1/7 dari angka pembunuhan Suriah, 1/9 dari angka pembunuhan Sudan, 1/16 dari angka pembunuhan Irak, dan hanya 1/25 dari angka pembunuhan Libanon .
Jika Saudi dibandingkan dengan negara Barat, seperti Amerika Serikat, angkanya akan lebih signifikan dan dramatis. Bayangkan, angka pembunuhan Saudi selama 1 tahun sama dengan angka pembunuhan AS dalam sehari! Sebab rata-rata angka pembunuhan Saudi selama 10 tahun (1970-1979) hanya ada 53 kasus pembunuhan per tahun. Di AS (sepanjang 1992 saja) terjadi 20.000 kasus pembunuhan, atau 54 orang terbunuh per hari .
Bayangkan pula, angka perkosaan di Saudi selama 1 bulan sama dengan angka perkosaan AS dalam sehari! Sebab rata-rata angka perkosaan Saudi selama 10 tahun (1970-1979) hanya ada 352 kasus perkosaan per tahun. Jadi per bulan di Saudi terjadi sekitar 29 perkosaan. Di AS (sepanjang 1992 saja) terjadi 10.000 kasus perkosaan, atau sekitar 27 perempuan diperkosa per hari. Ini kurang lebih setara dengan angka perkosaan Saudi selama 1 bulan .
Dari uraian keunggulan konseptual dan praktikal di atas, nampak jelas sistem pidana Islam jauh lebih unggul jika dibandingkan sistem pidana sekuler yang diterapkan saat ini. Sudah saatnya sistem pidana sekuler warisan penjajah yang kafir itu dihapuskan sekarang juga, sebab ia bertentangan secara total dengan Islam dan hanya menimbulkan dosa dan kerusakan di dunia dan akhirat.


KESIMPULAN
Salah satu opsi yang dapat kita pilih sebagai masyarakat merdeka adalah ikut berperan serta dalam perumusan hukum di Indonesia, yang sejak kemerdekaannya menggunakan UU peninggalan kolonial. Sudah saatnya umat Islam bersatu dan menggemakan sebuah gerakan peduli hukum, terutama pada proses hukum dan penegakan hukum yang adil bagi seluruh masyarakat Indonesia. Independesi dan keadilan hanya dapat diwujudkan jika sumber hukumnya adalah Allah SWT yang sempurna dari kekurangan, selama kita masih menggunakan UU yang merupakan hasil ciptaan dan karya manusia kita akan selalu terjebak pada ketidakadilan hukum dan ketidakpastian hukum yang terus melanda negeri ini. Jika seluruh umat muslim Indonesia bersatu, bukanlah hal yang mustahil menjadikan hukum Islam sebagai hukum yang terapan yang digunakan di Indonesia. Semoga Allah memberikan jalan dan kemudahan dalam perjuangan untuk membuka hati umat Islam di Indonesia untuk menerima hukum yang berasal dari Allah SWT.
Amin Ya Rabbal 'Alamin.

0 comments:

Comments

  © Islamic Ways Psi by Journey To Heaven 2008

Back to TOP