Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.
Your Ad Here

Tuesday, August 11, 2009

Ulumul Qur’an

Ulumul Qur’an

a. Pengertian Ilumul Qur’an

b. Sejarah dan Perkembangan Ilmu Al-Qur’an

Pengantar Ulumul Qur’an

Para ulama bersepakat dalam menetapkan syarat-syarat seorang mufassir dalam upaya menafsirkan Al-Qur’an Al-Karim

1. Ilmu Bahasa dengan segala cabangnya, karena Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab dan pemahaman tentangnya amat tergantung pada penguraian mufradat (kosa kata),

2. Ilmu Ushuludin, yaitu ilmu kalam denganya mampu seorang mufassir mengambil kesimpulan apa-apa yang wajib dan yang mustahil bagi Allah SWT, apa-apa yang boleh (jaiz ).

3. Ilmu Ushul Fiqh, yaitu dengan ilmu ini mengetahui cara mengambil istinbath hukum dari ayat-ayat serta dalam mengambil keputusan.

4. . Pengetahuan tentang pokok-pokok ilmu yang berkaitan dengan ulumul-Qur’an, seperti ilmu Qira’at , karena dengan ini diketahui bagaimana cara pengucapan ( lafadz-lafadz ) Qur’an itu dapat memilih ma’na yang lebih kuat dalam berbagai macam bacaan yang diperkenankan, ilmu tauhid dengan ini juga diharapkan mufassir tidak menta’wilkan ayat-ayat berkenaan hak Allah dan sifat-sifat-Nya secara melampaui batas hakNya, dan ilmu Ushul, terutama ilmu ushul tafsir dengan mendalami masalah-masalah ( kaidah-kaidah ) yang dapat menjelaskan suatu makna dan meluruskan maksud-maksud al-Qur’an yang dengan asbab-nuzul, nasikh-mansukh .

5. Ilmu Mauhibah, yaitu suatu ilmu yang diberi oleh Allah sebagai tanda ketaqwaan dan keikhlasan seseorang.[i]

Pengertian Ulumul Qur’an

Kata ulum jamak dari ilmu, dan ia bentuk mashdar yang berarti ilmu. Dan ilmu itu berarti al-fahmu wal idrak ( pemahaman dan penguasaan ).

Jadi maksud dari Ulumul Qur’an adalah ilmu yang membahas masalah-masalah yang berhubungan dengan al-Qur’an dari segi asbab nuzul Al-Qur’an, pengumpulan ( jam’ul ) Al-Qur’an, pengetahuan tentang makkiy dan madaniy, nasikh dan mansukh, muhkam dan mutasyabih, serta pembahasan lain yang berhubungan dengan Al-Qur’an. H. 10 / Mustanir.

Terkadang ilmu ini dinamakan juga ushul tafsir ( dasar-dasar tafsir ), karena pembahasannya berkaitan dengan beberapa masalah yang harus diketahui oleh seorang mufasir sebagai sandaran dalam menafsirkan Al-Qur’an.

Sejarah dan Perkembangan Ilmu al-Qur'an

Al-Qur’an adalah mukjizat islam yang kekal dan mukjizatnya selalu diperkuat dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Ia diturunkan Allah kepada Rasulullah Muhammad SAW, untuk mengeluarkan manusia dari gelap menuju terang, serta bimbingan mereka kejalan yang lurus. Rasulullah menyampaikan Al-Qur’an kepada para sahabatnya, sehingga mereka dapat memahami ketidakjelasan dalam memahami suatu ayat, mereka menanyakan langsung kepada Rasulullah SAW.

Bukhari dan Muslim meriwayatkan, dari Ibn Mas’ud, dengan mengatakan :

“Ketika ayat ini diturunkan, orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukan iman mereka dengan kezaliman ( Al-An’am : 82 ), banyak orang yang resah. Lalu mereka bertanya kepada Rasul, “ Ya Rasulullah, siapakah di antara kita yang tidak berbuat kezaliman terhadap dirinya ?. Nabi menjawab : kezaliman disini bukan seperti yang kamu pahami. Tidakkah kamu pernah mendengar apa yang telah dikatakan oleh seorang hamba Allah yang saleh “ sesungguhnya kemusyrikan adalah benar-benar kezaliman yang besar ( Luqman : 13 ). Jadi yang dimaksud kezaliman disini adalah kemusyrikan.

Para sahabat sangat antusias untuk menerima al-Qur’an dari Rasulullah, menghafalnya dan memahaminya. Hal tersebut merupakan suatu kehormatan bagi mereka. Dikatakan oleh Anas ra. “ seorang di antara kami bila membaca surat Al-Baqarah dan Ali Imran, orang itu menjadai besar menurut pandangan kami “. Begitu pula mereka selalu berusaha mengamalkan Al-Qur’an dan memahami hukum-hukumnya.

Rasulullah SAW tidak mengizinkan mereka menulis sesuatu dari Al-Qur’an, karena khawatir qur’an akan bercampur dengan yang lain. Muslim meriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri, bahwa Rasulullah s.a.w berkata : janganlah kamu tulis dariku, barang siapa yang menulis dariku selain al-Qur’an, hendaklah ia menghapusnya. Dan ceritakan apa yang datang dariku, dan itu tidak ada halangan baginya. Dan barang siapa yang sengaja berdusta atas namaku, ia akan menempati tempat duduknya di atas api neraka.


Teks Hadits

روى مسلم عن أبى سعيد الخدرى أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : لاتكتبوا عنىّ , ومن كتب عنى غير القرأن فليمحه , وحدّثوا عنى ولا حرج , ومن كذّب علىّ متعمدا فليتبوّأ مقعده من النار .

Artinya : Muslim meriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri, bahwa Rasulullah s.a.w berkata : janganlah kamu tulis dariku, barang siapa yang menulis dariku selain al-Qur’an, hendaklah ia menghapusnya. Dan ceritakan apa yang datang dariku, dan itu tidak ada halangan baginya. Dan barang siapa yang sengaja berdusta atas namaku, ia akan menempati tempat duduknya di atas api neraka.( HR. Muslim )

Larangan Penulisan Hadits

Teks Hadits

عن أبى سعيد الخدرى أنّ رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : لاتكتبوا عنىّ ومن كتب عنى غير القرأن فليمحه ( رواه مسلم )

Perintah Menulis Hadits

اكتب فوالذى نفسى بيده ما يخرج إلا الحق

أنظروا إلى حديث رسول الله ص. م فاكتبوه فإنى خفت دروس العلم وذهاب أهله فى روايةٍ وذهاب العلماء .

Sekalipun sesudah Rasulullah mengizinkan kepada sebagian sahabat untuk menulis hadits, tetapi hal yang berhubungan al-Qur’an tetap didasarkan dengan riwayat yang melalui petunjuk pada zaman Rasul s.a.w, di masa kekhalifahan Abu Bakar dan Umar r.a.

Kemudian datang masa Khalifah Usman r.a, dan keadaan menghendaki seperti itu, yaitu menyatukan kaum muslimin pada satu mushhaf. Dan hal itu pun terlaksana. Mushhaf itu dikenal dengan nama Mushhaf Imam. Dan salinan-salinan itu dikirim ke propinsi-propinsi. Dan penulisan itu dinamakan ar-rasmul al-usmani karena dinisbahkan kepada khalifah Usman.

Kemudian datang masa khalifah Ali r.a dan atas perintahnya Abu Aswad Ad-Du’ali meletakan kaedah-kaedah nahwu, pemberian harakat, dan ini yang dikenal awal permulaan Ilmu I’rabil Qur’an.

Para sahabat selanjutnya berusaha menyampaikan makna-makna Al-Qur’an dan menafsirkan ayat-ayatnya yang berbeda-beda sesuai dengan kemampuan mereka. Dan perbedaan kemampuan mereka semasa hidup bersama Rasulullah, yang akhirnya diwarisi hingga kepada para tabi’in.

Di antara para mufassir yang terkenal dari kalangan sahabat adalah : Empat khalifah, kemudian Ibn mas’ud, Ibn Abbas, Ubai bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit , Abu Musa al-As’ari, dan Abdullah bin Zubair.

Penulis Al-Qur’an

Dalam riwayat dikatakan, dari Abdullah bin Amr bin As berkata :

سمعتُ رسولَ اللهِ صلى اللهُ عَليْهِ وسلّم يقُولُ : خُذُوا القُرأنَ مِنْ أَرْبعَةٍ : منْ عبدِ اللهِ بنِ مسعُودٍ , وَسَالمٍ , ومُعاَذٍ , وأُبيّ بنِ كعبٍ .

Artinya :“ Aku telah mendengar Rasulullah berkata : ambilah Al-Qur’an dari emapat orang : Abdulah bin Mas’ud, Salim, Mu’az dan Ubay bin Ka’ab( HR. Bukhari ).

Dari Qatadah dikatakan :

سـألتُ أنسَ بن َ مالكٍ : مَنْ جمع القرآن َ على عهدِ رسول الله صلى الله عليه وسّلم ؟ فقال : أربعةٌ كّلهمْ من الأنصارِ : أُبَىٌّ بنُ كعبٍ , ومعاذٌ بن جبلٍ , وزيد ٌ بنُ ثابتٍ , وأبو زيدٍ , قُلتُ : منْ أبوُ زيدٍ ؟ قال : أحد عمومتى .

Artinya : Aku telah bertanya kepada anas bin Malik : Siapakah orang yang hafap Qur’an dimasa Rasulullah SAW ? Dia menjawab : Empat orang semuanya dari kaum Anshar, Ubai bin Ka’b, Muaz bin Jabal, Zaid bin Sabit dan Abu Zaid, “ Aku bertanya kepadanya : Siapakah Abu Zaid itu ? “, ia menjawab : Salah seorang pamanku . “ ( HR. Bukhari ).

Dan diriwayatkan pula melalui Sabit, dari Anas yang mengatakan :

ماتَ النبىّ ُ صلّى الله عليهِ وسلّم وَلمْ يجمعْ القُرآنَ غَيرَ أربعة ٍ : أبوُ الدرْداءِ , ومعاذٍ بنِ جبلٍ وزيدِ بنِ ثابتٍ وأبو زيدٍ .

Artinya : Rasulullah SAW wafat sedang Al-Qur’an belum dihafal kecuali oleh empat orang : Abu Darda’, Mu’az bin Jabal, Zaid bin Tsabit dan Abu Zaid. ( HR. Bukhari )[ii]


Tujuh (7) Sahabat Ahli Al-Qur’an

1) Abdullah bin Mas’ud

2) Salim Ma’qal

3) Muaz bin Jabal

4) Ubai Bin Ka’ab

5) 5. Zaid Bin Tsabit

6) 6. Abu Zaid bin Sakan

7) 7. Abu Darda’

Pada abad ke-3 H, di antaranya :

1) Ali bin Al Madini ( w. 234 H ), guru al-Bukhari, menyusun kitab yang berjudul Asbab Nuzul,

2) Abu Ubaid Al-Qashimi bin Salam ( W. 224 H ) menyusun kitab Nasikh dan Mansukh dan Qira’at.

3) Ibnu Qutaibah menyusun Musykilatul Qur’an.

Pada abad ke-4 H, diantara mereka yang terkenal

1. Abu Muhamad bin Al-Anbari ( w. 751 H ), menulis kitab Ilmu-ilmu Al-Qur’an,

2. Abu Bakar Sijistani ( w. 330 H ), menyusun Gharaibul Qur’an.

Sedangkan beberapa kitab lainya dengan pembahasan ilmu-ilmu Al-Qur’an, seperti Manahil Irfan dikarang oleh Syeikh Muhamad Al-Zarqani ( w. ).

Dan Ibnu Zauzi ( w. 579 H ), mengarang kitab Funun Afnan fi Ajaibil Qur’an.

Kemudian tampil Badruddin Az Zarkasyi ( w. 794 H ), dengan judul kitab Al-Burhan fi Ulumil Qur’an, dan As-Suyutti ( w. 911 H ), dengan kitab Al Itqan Fi Ulumil Qur’an dan terakhir muncul kitab Mabahis fi Ulumil Qur’an karangan Dr. Subhi Shaleh.[iii]

Pengertian Al-Qur’an

Fungsi dan Kedudukan Al-Qur’an

Perbedaan antara Al-Qur’an, al-Hadits dan Hadits Qudsi

Pengetian Al-Qur’an

Kata Al-Qur’an menurut bahasa adalah berasal dari kata ( Qira’atun ) yaitu ism mashdar ( infinitif ) dari kata qara’a, yaqra’u, qira’atun, qur’anun, yang mempunyai arti bacaan. Allah SWT berfirman :

بَلْ هُوَ قُرْءَانٌ مَجِيدٌ * فِي لَوْحٍ مَحْفُوظ ٍ * البروج : 21-22-

Bahkan yang didustakan mereka itu adalah Al-Qur’an yang mulia, yang tersimpan di Lauhul Mahfudz “ ( Al-Buruj : 21-22 ). Kata “ Qur’an “ adalah sinonim dengan qira’ah ( bacaan ).

Ibn Manzur mengatakan : kata Qur’an bentuk mashdar dengan wazan (fu’lan) yang mempunyai arti Jam’un ( kumpulan ), karena ia adalah kumpulan surat-surat yang tersusun dengan rapih, sebagaimana Firman Allah SWT :

إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْءَانَهُ * فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْءَانَهُ * – القيامة : 17-18 -

sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya dalam dada ) dan ( membuatmu pandai ) memmbacanya. Apabila kamu telah selesai membacanya maka ikutilah bacaannya .” ( Al-Qiyamah : 17-18 )

Sedangkan Al-Qur’an menurut istilah Ulama : Yaitu firman Allah SWT yang luar bisa ( mu’jiz ), yang diturunkan kepada Nabi Muhamad SAW melalui perantara Malaikat Jibril, yang tertulis dalam sebuah mushaf, yang disampaikan dengan cara mutawattir, yang dimulai dari surat Al-Fatihah sampai dengan surat An-Nas, dan menjadi amal ibadah bagi pembacanya.[iv]

Pertanyaan

إِنَّهُ لَقُرْءَانٌ كَرِيمٌ {77} فِي كِتَابٍ مَّكْنُونٍ {78} لاَّ يَمَسَّهُ إِلاَّ الْمُطَهَّرُون

Dari Ibn Abbas, di langit (لاَّ يَمَسَّهُ إِلاَّ الْمُطَهَّرُونَ ) adalah Malikat.

Ibnu Jarir Berkata, dari Qatadah (لاَّ يَمَسَّهُ إِلاَّ الْمُطَهَّرُ), maksunya tidak ada yang menyentuhnya dari sisi Allah kecuali yang disucikan (( المطهرون , sedangkan di bumi : yahudi ( majusi ) atau Munafiq yang tidak suci.Abu Aliyah mengatakan : ( ashabul Dzunub )

Bahwa Ibn Zaid berkata : Orang kafir mengatakan bahwa Al-Qur’an diturunkan bersama syetan. Allah SWT membantah dg menurunkannya, ayat ini.

لاَّ يَمَسَّهُ إِلاَّ الْمُطَهَّرُونَ : dikatakan adalah ( الجنابة) dan ( الحدث ).

Di dasarkan riwayat dari Imam Malik bahwa, kitab yang ditulis Rasulullah kepada Umar bin Hazm bahwa ayat (لاَّ يَمَسَّهُ إِلاَّ الْمُطَهَّرُونَ ), maksudnya

(لاَّ يَمَسَّ القران إِلاَّ طاهرٌ )

Diriwayatkan dari Abu Daud, Rasulullah bersabda bahwa maksud ayat

(لاَّ يَمَسَّهُ إِلاَّ الْمُطَهَّرُونَ ) adalah ( لا يمس القران الأ طاهر ).

Maksudnya

Dikembalikan dengan maksud ayat :

} يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَتَقْرَبُوا الصَّلاَةَ وَأَنتُمْ سُكَارَى حَتَّى تَعْلَمُوا مَاتَقُولُونَ وَلاَجُنُبًا إِلاَّعَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّى تَغْتَسِلُوا وَإِن كُنتُم مَّرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَآءَ أَحَدُُ مِّنكُم مِّنَ الْغَآئِطِ أَوْ لاَمَسْتُمُ النِّسَآءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَآءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسِحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ إِنَّ اللهَ كَانَ عَفُوًّا غَفُورًا (النساء : 43 )

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاَةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلِكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِن كُنتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا وَإِن كُنتُم مَّرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَآءَ أَحَدُُ مِّنكُم مِّنَ الْغَآئِطِ أَوْ لاَمَسْتُمُ النِّسَآءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَآءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُم مِّنْهُ مَايُرِيدُ اللهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُم مِّنْ حَرَجٍ وَلَكِن يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ ( المائدة : 6 )

Kedua ayat di atas

مسّ , لامس

Atau kamu menyentuh perempuan ( an Nisa : 43 ) ( أَوْ لاَمَسْتُمُ النِّسَآءَ ),

Menurut ibn Ktasir dalam kitab tafsirnya, yang diriwayatkan dari Ibn Abbas, maksud menyentuh disini ialah jima ( bersetubuh ), sedangkan menurut ibn Mas’ud kalimat lamus, berarti, bisa bermakna selain jima.

Fungsi dan Kedudukan Al-Qur’an

Al-Qur’an sebagai sumber hukum yang pertama.

Al-Qur’an adalah kalamullah yang diwahyukan kepada Rasulullah SAW dengan lafadz dan maknanya. Seluruh isi Al-Qur’an dinukil secara mutawattir, sehingga kepastianya, sudah pasti mutlak.

Perbedaan antara Al-Qur’an dengan Hadits Qudsi, ialah :

Bahwa Al-Qur’an lafadz dan ma’nanya dari Allah SWT sedangkan hadits Qudsi ma’na dari Allah dan lafadznya dari nabi sendiri.

Al-Qur’an menjadi amal ibadah bagi pembacanya, dan pembacanya akan mendapatkan balasan pahala 10 kali lipat ganda, sedangkan hadits Qudsi tidak demikian.

Al-Qur’an mu’jizat bagi manusia dan juga jin, sedangkan hadits qudsi tidak demikian.

Dan Al-Qur’an tidak boleh diriwayatkan secara makna sedangkan hadits qudsi boleh seperti hadits nabawi.

Al-Qur’an tidak dibolehkan untuk menyentuhnya bagi yang berhadats, dan juga yang junub membacanya, sedangkan hadits qudsi tidak apa-apa.

Al-Qur’an disampaikan dengan cara mutawwatir maka kepastian Pasti benar.



[i] Abdul Hamid Mutawwali, Al-Mustanir Fi Ulumi-Qur’an, ( Kairo : Musthafa Al-Halaby, Cet. Ke-1, 1991M / 1411 H ), h. 5

[ii] Abu Zaid yang disebutkan dalam hadits diatas, adalah menurut riwayat yang dinukil Ibn Hajar dengan isnad yang menurut persyaratan Bukhari, namanya adalah Qais bin Sakan, kata Anas, Ia adalah seorang laki-laki dari suku kami Bani ‘Adi Ibnun Najjar dan termsuk salah seorang paman kami. Meninggal dunia tampa meninggalkan anak, dan kamilah yang mewariskannya “. Manna’ Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an, h. 181

[iii] Op.Cit. h. 8, Sya’ban Muhamad Isma’il, Al Qira’at Ahkamuha wa Masydaruha, ( Kairo : Darussalam li Taba’ah Wa Nasr Wa Tawzi’, 1986 M / 1406 H ), Cet.t.th h. 10-11

[iv] Op.Cit. h. 8, Sya’ban Muhamad Isma’il, Al Qira’at Ahkamuha wa Masydaruha, ( Kairo : Darussalam li Taba’ah Wa Nasr Wa Tawzi’, 1986 M / 1406 H ), Cet.t.th h. 10-11

0 comments:

Comments

  © Islamic Ways Psi by Journey To Heaven 2008

Back to TOP